Jakarta (ANTARA News) - Kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan pelaksanaan sistem asuransi atas TKI hanya memperkaya pihak tertentu karena pada kenyataannya mereka belum menjadikan TKI sebagai subyek yang harus dilindungi.

"Mereka seperti lengbet saja, meleng disabet (lengah diambil) dananya untuk kepentingan pihak tertentu." kata Erwin Syahri, pengarah kajian perlindungan TKI melalui asuransi ketika di hubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah melakukan kajian atas praktik perlindungan TKI melalui sistem asuransi. Kajian dilakukan atas penunjukkan konsorsium pada era Erman Soeparno menjadi Menakertrans dan juga era Muhaimin Iskandar.

"Praktiknya sama saja. Mereka tidak punya kemampuan melindungi TKI," kata Erwin.

Jaminan yang diberikan, kata Erwin, hanya Rp2 miliar untuk ketua konsorsium dan hanya Rp500 juta untuk anggota konsorsium. "Bagaimana bisa melindungi jika jaminannnya hanya sebesar itu sementara yang dilindungi bekerja di negeri orang," katanya.

Dia menambahkan, konsorisum yang ditunjuk Muhaimin juga tidak memiliki izin operasi di luar negeri. "Apa yang dilindungi, sementara sebagian besar masalah (klaim) yang dialami TKI terjadi di luar negeri," kata Erwin.

Sejumlah perusahaan asuransi yang ditunjuk juga punya rekam jejak yang tidak baik, yakni tidak memenuhi kewajibannya (membayar klaim) kepada TKI.

Dia meminta Muhaimin menetapkan perusahaan asuransi yang benar-benar bonafid dan tidak hanya satu (tunggal) agar tidak terjadi praktik monopoli.

Kompleksnya masalah perlindungan TKI, memunculkan usul dari KPPU untuk menjadikan Ibu Negara Ani Yudhoyono sebagai pelindung agar mereka yang bekerja di luar negeri benar-benar mendapat perhatian dari pemerintah.

Sementara Ketua Bidang Hukum Ajaspac Halomoan Hutapea di tempat yang berbeda mengatakan ketaatan membayar premi tidak bisa dijadikan alasan untuk memberlakukan konsorsium tunggal asuransi perlindungan TKI.

Sejumlah argumen yang disampaikan Menakertrans Muhaimin Iskandar tentang penunjukan tunggal konsorsium asuransi TKI, kata Halomoan, tidak kuat sehingga kebijakan itu memunculkan kontroversi.

Menurut dia, jika argumentasinya akan terjadi perang diskon maka menteri selayaknya menindak perusahaan asuransi yang menjual premi lebih murah dibandingkan ketentuan yang berlaku.

Menakertrans menetapkan bahwa premi asuransi perlindungan TKI sebesar Rp400.000 yang terbagi pada Rp50.000 untuk pra penempatan, Rp300.000 untuk selama penempatan di luar negeri dan Rp50.000 untuk pascapenempatan hingga kembali ke tempat asal TKI.
(E007/B010)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2010