Jakarta (ANTARA News) - Dua fraksidi DPR mengingatkan kepadaPemerintah bersama jajarannya agar jangan mudah menyalahkan rakyat terkait krisis beras.

"Pemerintah sebaiknya jangan selalu bersikap `apologize` atau mencari pembenaran diri sendiri, lalu mengkambinghitamkan rakyat, terutama terkait krisis beras. Jujur saja menyatakan, ada yang keliru dalam kebijakan penanganan pangan nasional," kata juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, di Jakarta, Senin.

Ia juga menyatakan, pernyataan sembarangan mengenai masalah beras, bisa berdampak kurang bagus terhadap citra serta kinerja pemerintahan ini.

"Ingat, politik beras itu sangat resisten. Ini menyangkut mayoritas warga. Dan jika mereka (Pemerintah) sadar bahwa `fox populi fox dei`, maka akan ngeri juga jika kita dengan gampang mempersalahkan rakyat dalam soal kegagalan menangani politik beras, terutama menyangkut stabilisasi dan pengamanan stok," katanya.

Sementara itu, juru bicara Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, mengingatkan Pemerintah agar jangan menutupi kegagalan memenuhi target produksi beras dengan mempermasalahkan budaya makan sebagian besar warga bangsa.

"Lebih produktif jika Pemerintah segera membuat kepastian program pengamanan stok beras di dalam negeri," kata Bambang Soesatyo yang mengaku berbicara selaku Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Baik Aria Bima (Pimpinan Komisi Pangan DPR RI) maupun Bambang Soesatyo, mengatakan itu secara terpisah, menanggapi beberapa pernyataan pihak berkompeten, yang seolah menyalahkan rakyat, terutama budaya makan sebagian besar rakyat, sehingga berimbas pada terjadinya krisis beras nasional.

Aria Bima juga `berang` ketika berbicara soal gampangnya seseorang menuding persoalan budaya makan beras sebagai bilang krisis beras yang terus terjadi belakangan ini.

"Ini kan bentuk `apologize` Pemerintah. Rakyat jangan mudah disalahkan dong. Apalagi lalu menyalahkan budaya rakyat yang sudah berlangsung turun-temurun. Kan bukan baru sekarang kita tahu rakyat banyak kita makan beras," ujarnya.

Karena itu, Aria Bima menyarankan, agar Pemerintah lebih terbuka menerima saran dari rakyat mengenai bagaimana upaya mengelola manajemen pangan nasional, sebagaimana sudah sering disuarakan melalui DPR RI.

Sementara itu, Bambang Soesatyo mengatakan, penguatan dan stabilisasi beras merupakan masalah strategis bangsa ini.

"Hal itu berkait langsung dengan strategi pengendalian harga. Makanya, Pemerintah harus memberi pesan yang jelas kepada pasar dan konsumen tentang stok beras," ujarnya.

Dalam kaitan ini, kata Bambang Soesatyo, stabilitas stok yang terjaga menjadi pesan sangat penting agar para distributor dan pedagang besar tidak coba-coba berspekulasi `menggoreng` harga beras.

Akibat kegagalan menaikkan produksi beras sebesar 3,22 persen per 2010, kata Bambang Soesatyo, surplus beras saat ini diperkirakan hanya 2,04 juta ton dari target 5,6 juta ton.

"Jumlah itu tidak cukup kuat untuk menjaga stabilitas harga. Situasi seperti itu tentu saja tak bisa diatasi dengan meminta rakyat segera mengurangi konsumsi nasi. Lagi pula, bahan pangan alternatif atau substitusi belum jleas, baik jenis, ketersediannya serta distribusinya," ujarnya.

Karena itu, menurutnya, salah satu opsi paling realistis ialah impor beras demi stabilitas ketersediaan dan harga.

"Saya harus mengingatkan hal ini karena rakyat sudah cukup menderita akibat kenaikan harga kebutuhan pokok yang sangat ekstrim sepanjang Juli-Agustus 2010," tandasnya.

"Saya setuju diversifikasi bahan pangan, tetapi semangatnya jangan hangat-hangat `tahi ayam`. Diwacanakan untuk mengalihkan masalah utamanya, yakni kegagalan memenuhi target produksi beras," katanya.

Bagi Rakyat, menurutnya, isu diversifikasi pangan itu kuno dan tak lebih dari "pepesan kosong".

Lalu ia mengeritik upaya mengambinghitamkan terjadinya krisis stok beras dengan menuding soal budaya makan beras.

"Makan nasi itu budaya mayoritas rakyat Indonesia, sama seperti budaya warga di belahan dunia lain mengonsumsi roti atau mie. Jangan menyalahkan budaya konsumsi rakyat kalau Anda gagal menjalankan tugas," kataBambang Soesatyo, Anggota Badan Anggaran DPR RI dan Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar.
(ANT/A024)

Pewarta: NON
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010