Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyesalkan terjadinya bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa yang mengakibatkan seorang Mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) terluka tembak di kaki sebelah kanan.

Ketua Badan Pengurus YLBHI Erna Ratnaningsih di Jakarta, Rabu, menilai bentrokan tersebut dipicu oleh sikap aparat polisi yang cenderung berlebihan dalam menangani unjuk rasa memperingati setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono itu.

"Penanganan aksi demonstrasi oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi cenderung berlebihan," kata Erna.

Menurutnya, dalam menangani unjuk rasa di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, polisi melanggar prinsip-prinsip legalitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif dan masuk akal dalam penggunaan kekuatan dan tindakan, sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 jo BAB I angka 6 tentang asas-asas penanggulangan anarki.

Hal itu terlihat ketika terjadi aksi dorong-mendorong, aparat kepolisian melakukan penangkapan terhadap tiga mahasiswa pengunjuk rasa yang memicu terjadinya aksi saling lempar batu antara massa dan polisi yang berujung pada aksi penembakan oleh aparat.

YLBHI juga menilai penembakan yang dilakukan aparat kepolisian dalam aksi tersebut melanggar Protap Nomor 1/X/2010 karena dilakukan tanpa melalui prosedur himbauan.

"Dalam hal ini, aparat kepolisian lebih mengedepankan arogansi penanganan, bukan pencegahan," kata Erna.

Bahkan, lanjutnya, Peraturan Kapolri nomor 1 Tahun 2009 dan Protap Nomor 1/X/2010 dijadikan sandaran yuridis untuk melegalisasi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian karena ketidakjelasan kriteria dan mekanisme pola penanganan ketika terjadi ancaman gangguan dan gangguan nyata.

"YLBHI meminta Kapolri untuk meningkatkan profesionalisme aparat kepolisian dalam penanganan aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh civil society," kata Erna.  (S024/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010