Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menilai penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam setahun masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono belum memuaskan.

"Masih jauh panggang dari api," kata Ketua Badan Pengurus YLBHI Erna Ratnaningsih di Jakarta, Rabu.

Dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, YLBHI menilai masih terjadi diskriminasi serta ketidakseriusan Polri dan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus yang dilakukan jajarannya.

"YLBHI meminta SBY-Boediono melakukan pembenahan dan reformasi di tubuh institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung, serta memperkuat KPK sehingga pemberantasan korupsi dan keadilan bagi masyarakat miskin dapat tercapai," kata Erna.

Sementara di bidang HAM, khususnya terkait kebebasan beragama dan beribadah, negara dinilai belum sepenuhnya menjalankan kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat minoritas, bahkan terkesan "mendiamkan" aksi kekerasan yang menimpa mereka.

"Kekerasan dengan cara mobilisasi dan aksi premanisme yang dilakukan organisasi massa terhadap kelompok minoritas disebabkan tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap ormas yang melakukan aksi-aksi kekerasan," katanya.

Bahkan, penanganan kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas terlihat diskriminatif, yakni terkesan pelaku justru di lindungi, sementara pihak korban disudutkan.

"Kami mendesak negara memberikan perlindungan terhadap kaum minoritas dalam memeluk agama dan menjalankan ibadahnya sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan," kata Erna.

YLBHI juga mendesak tanggung jawab negara dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dengan menyatukan anggaran bantuan hukum di berbagai institusi yang saat ini dinilai tidak tepat sasaran.

"Bantuan hukum bagi masyarakat miskin sangat `urgent` untuk dipenuhi oleh negara mengingat kasus-kasus yang mengoyak rasa keadilan terus berlangsung," kata Erna. (S024/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010