Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Gayus Topane Lumbuun berpendapat, deponeering untuk kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah bertentangan dengan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Karena itu, deponeering ini akan sangat berpotensi bermasalah dan melanggar tatanan hukum dan perundang-undangan yang berlaku," katanya melalui ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Gayus Lumbuun menjelaskan, isi keputusan pengadilan menegaskan untuk melanjutkan perkara ini. "Juga mengabaikan Ketentuan Undang Undang (UU) Nomor 16 tentang Kejaksaan Nomor 16 pasal (35)," katanya.

Ketua Badan Kehormatan DPR RI tersebut menambahkan, penjelasan dari ketentuan itu menentukan langkah deponeering (mengenyampingkan perkara dengan azas oportunitas) hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan tertentu.

"Badan-badan dimaksud ialah lembaga kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut," katanya mengingatkan.

Gayus Lumbuun mengatakan pula, hukum aministrasi negara menunjuk wewenang pada jabatan negara didapatkan melalui atribusi, delegasi dan mandat.

"Kewenangan Jaksa Agung adalah jabatan yang diberikan melalui UU, yaitu bentuk pelimpahan wewenang yang bersifat atributif. Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung hanya berdasarkan kewenangan dari Presiden yang bersifat delegasi," tegasnya.

Karena itu, menurut dia, ketentuan yang menyebutkan "Hanya Oleh Jaksa Agung", menunjukkan perbedaan tersebut.

"Yaitu hak istimewa yang hanya dimiliki oleh Jaksa Agung definitif. Tetapi di samping itu, ada ketentuan untuk mendapatkan saran dan pendapat lembaga kekuasaan negara yang terkait. Ini pun belum dilakukan," ujar Gayus Lumbuun.
(M036/S023)

Pewarta: NON
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010