Jakarta (ANTARA News) - Kendati sudah delapan tahun menempel ketat dalam dunia online sejak pakar komputer Michael Hauben memperkenalkannya dalam sebuah artikel pada 1992, netizen masih terdengar asing pada sebagian telinga pengakrab dunia maya.

Dalam artikelnya berjudul "The Net and Netizens: The Impact the Net Has on People's Lives", Hauben yang saat itu masih berumur 17 tahun mengartikan netizen sebagai "Orang-orang online yang aktif dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan Net. Orang-orang ini memahami nilai pekerjaan kolektif dan komunal aspek komunikasi publik."

Ringkasnya netizen adalah pengguna Internet yang aktif terlibat dalam komunitas online seperti email, online chat, blog, jejaring sosial, mesin pencari dan games online.

Teknologi informasi yang terus berkembang --diantaranya yang paling mutakhir adalah keluarnya produk komputer tablet dan ponsel pintar-- kian mempermudah hidup manusia sehingga berselancar di dunia maya pun bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Kelompok yang paling hirau dengan perkembangan teknologi informasi ini adalah netizen itu. Kini mereka semakin aktif, terlebih setelah munculnya gadget-gadget terbaru berkualitas jaringan tinggi (3G dan 4G) seperti BlackBerry.

Terlebih lagi setelah Mark Zuckerberg dan rekannya membuat situs jejaring sosial terpopuler di dunia, Facebook. Hampir setiap orang di Indonesia mempunyai akun Facebook. Dan itu secara tak langsung mengubah mereka menjadi netizen.

Dalam soal ini, Hermawan Kartajaya, pakar pemasaran dan juga Presiden MarkPlus & Co yang adalah perusahaan konsultan manajemen-- menyampaikan satu lelucon setelah dia bertanya kepada seseorang mengenai Internet.

"Anda pernah main Internet?" kata Hermawan. "Tidak, Saya tidak tahu apa itu Internet, tapi kalau Facebook saya sering," kata orang itu.

Lelucon itu menunjukkan betapa Internet telah merasuki pikiran siapapun, walau banyak orang yang menampiknya.

Kekuatan Netizen

Kini, sadar atau tidak sadar, setiap orang dapat menjadi netizen. Netizen tidak mengenal lapisan kelas masyarakat, bahkan antara penarik becak atau politisi senior sekalipun. Mereka semua sama jika berada di dunia maya.

"Setiap politikus, artis, pengusaha bahkan anak-anak punya Facebook. Mereka bisa terhubung satu sama lain," kata Hermawan.

Mengenai kekuatan netizen, Hermawan memiliki pendapat menarik.

"Kekuatan netizen tidaklah besar tetapi netizen meliliki pengaruh yang kuat dan pengaruh itu akan terus bertambah," jelas pengarang buku "Marketing 3.0."

Pencetus istilah netizen, Hauben, mengemukakn pendapat lebih menarik, bahwa sama sekali tidak ada kekuatan pribadi di dunia maya.

Ada banyak bukti yang memperkuat asumsi kedua tokoh itu, diantaranya Gerakan Sejuta Facebookers Dukung Bebaskan Bibit-Chandra, Gerakan Koin Peduli Prita dan yang terbaru Pray for Indonesia.

Koin Prita berhasil menggugah hati masyarakat sehingga Rp810 juta uang recehan terkumpul melalui gerakan ini.

"Jika netizen sudah jatuh cinta maka dia akan setia mencintai tapi jika membenci, ya sudah habis." kata Hermawan.

Baru-baru ini Ketua DPR Marzuki Alie mendapatkan tanggapan negatif netizen lantaran komentar kontroversialnya dalam soal bencana gempa dan tsunami di Mentawai, Sumatra Barat.

Peluang Bisnis

Banyak pihak yang menyadari kekuatan netizen, dan salah satunya adalah para pemasaran perusahaan.

Mereka ini abai dengan pengaruh netizen yang spektrumnya memang luas sehingga perusahaan harus tanggap menyikapi fenomena ini karena dapat menjadi wadah iklan produknya.

Saat ini para pemasar perusahaan masih menggunakan cara lama dengan menawarkan tagline-tagline seperti "BMW driving" dan "Pepsodent gigi" di televisi atau media elektronik lainnya.

"Mereka menghantam pelanggan terus menerus sehingga tercipta gambaran di pikiran pelanggan kalau pasta gigi ya Pepsodent," ujar Hermawan.

Berbeda dengan beriklan di Internet, para pemasar tidak mengeluarkan biaya yang banyak, hanya metode pendekatan yang sesuai.

"Di Internet, para netizen tidak bisa diberikan iklan terus menerus karena bisa komentar yang tidak-tidak, para pemasar harus pintar dan tahu bagaimana cara mendekati mereka dan membuat kesan pertama yang baik," kata Hermawan.

Intinya, barang lebih cepat disampaikan kepada konsumen lewat mulut ke mulut.

Meski pemasaran via Internet berbiaya murah, para pemasar harus memahami karakter netizen.

"Jika ada orang yang ingin memasang iklan di KASKUS maka dia harus siap mental dan batin terlebih dulu karena komentar netizen bisa bermacam-macam," kata Andrew Darwis, pendiri KASKUS.

Hermawan menimpali, "Hati-hati jika melakukan sesuatu di Internet, jika membuat kesalahan maka itu tidak akan mudah dihapus. Semua orang akan tahu dan mengingat sampai kapan pun."

Anak muda

Para pemasar juga mesti mengetahui komposisi netizen yang ternyata didominasi dua lapis utama pengguna, yaitu anak muda dan perempuan.

Penelitian Marketeers menunjukkan, sebagian besar netizen adalah anak muda. Kelompok ini paling aktif mengakses situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, sementara perempuan menjadi pengguna Internet yang sangat konsumtif.

Mengenai hal ini, Hermawan mencoba mengkonfirmasikan kepada seorang perempuan yang kebetulan berada di satu forum dengannya pekan lalu. Perempuan itu adalah Olga Lydia yang juga artis.

Kepada Olga, Hermawan menanyakan kebiasaan perempuan ketika sedang marah atau stres.

"Kalau aku biasanya makan coklat dan shopping (belanja) habis-habisan di mal sampai kartu kredit mendekati limit," jawab pembawa acara televisi ini.

Jawaban Olga ini berkorelasi dengan asumsi perempuan itu konsumtif, dan tentu ini menjadi peluang para pemasar di Internet.

Hermawan bahkan yakin perempuan adalah pasar Indonesia masa datang dan perusahaan dituntut untuk mendekati mereka.

Salah satu media mendekatinya ya Internet, apalagi pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia begitu pesat.

Bayangkan, setidaknya ada 12 operator penyedia layanan jaringan ponsel dan mereka ini sebagian besar adalah juga pengakses Internet, diantaranya lewat ponsel pintar.

Mengutip Marketeers, mereka menggunakan ponsel untuk mengupdate statusnya di jejaring sosial. Mereka lebih banyak menggunakan Internet untuk berjejaring sosial, ketimbang email.

Ini fenomena menarik bagi pemasar, apalagi Indonesia merupakan pengguna Facebook terbesar kedua di dunia. Tak tanggung-tanggung, 27 juta akun Facebook ada di Indonesia. (*)

editor: jafar sidik

Oleh Adam Rizal
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010