Kerinci, Jambi (ANTARA News) - Populasi harimau Sumatera (panthera tigris Sumatrae) di Taman Nasional Kerinci Seblat saat ini diperkirakan hanya tersisa 140 ekor.

Demikian laporan Pelestarian Harimau Sumatera (PHS) yang merupakan program nasional dari Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

"Populasi harimau Sumatera di TNKS saat ini sangat memprihatinkan, dari pendataan yang kita lakukan diperkirakan hanya tersisa 140 ekor," kata Manajer Lapangan PHS Dian Risdianto di Kerinci, Kamis.

Terus menurunnya populasi harimau Sumatera ini akibat masih terus berlangsungnya perburuan dan pembunuhan terhadap satwa langka endemik Sumatera yang menjadi maskot fauna Jambi tersebut.

Perburuan dilakukan oleh pemburu profesional yang tidak jarang adalah pemburu bayaran yang bekerja berdasarkan pesanan para penadah.

Sementara pembunuhan dilakukan oleh para oportunis yang membantai kucing besar tersebut hanya untuk sebuah prestise dan kesenangan.

Biasanya para oportunis beraksi ketika terjadi kasus konflik antara harimau dan manusia seperti harimau masuk kampung, memangsa ternak dan manusia. Harimau yang berhasil dibunuhnya akan sepenuhnya menjadi miliknya, baik untuk dijual atau dioffset sendiri.

Lebih jauh Dian menjelaskan, secara keseluruhan populasi harimau Sumatera di Sumatera saat ini hanya tersisa 300 hingga 400 ekor.

Data tersebut data terakhir pada 2007. Padahal pada pendataan yang dilkukan pada 1994 tercatat masih ada sekitar 600 hingga 700 ekor.

Harimau-harimau yang berhasil ditangkap atau dibunuh pemburu selanjutnya dipasarkan di berbagai pasar gelap. Tiga kota yang diperkirakan menjadi jalur pendistribusian hewan dari pasar gelap adalah Padang, Pekanbaru, dan Jambi.

"Harimau hasil buruan biasanya dijual dalam wujud sudah dioffset atau mati. Beberapa bagian organ tubuhnya yang masih laku dijual, dimutulasi dan disortir seperti tulang, daging, bahkan darahnya. Ada yang diawetkan bahkan ada yang telah diracik dalam kemasan khusus," ujar Dian.

Ia meyebutkan, di pasaran, kulit harimau Sumatera oleh penadah yang membeli dari pemburu dihargai berdasarkan panjang tubuh yang diukur dari hidung hingga pangkal ekor.

"Harimau sepanjang 150 Cm dijual dengan harga antara Rp10 juta hingga Rp15 juta. Sementara yang panjangnya dua meter dijual dengan harga Rp20 juta hingga Rp25 juta. Harga itu berkali lipat mahalnya ketika penadah menjual kepada peminat," katanya.

Dian mengatakan, meskipun sebagai jenis kucing sesungguhnya tingkat reproduksi harimau Sumatera tergolong cepat jika dibandingkan mamalia besar endemik Sumatera lainnya seperti gajah Sumatera dan badak Sumatera.

Namun tingkat reproduksi tetap tidak bisa berlangsung maksimal jika habitatnya terus terganggu oleh perambah dan populasinya terus diincar para pemburu.

Padahal, kalau saja habitatnya tidak diganggu dengan perambahan atau pun ekstensifikasi lahan perkebunan pertanian baru, dalam waktu lima tahun saja populasi harimau Sumatera sangat mungkin akan meledak atau "over" populasi.

"Kalau sudah berlebih, tentu perburuan atau penangkapan akan dilakukan. Semestinya saat itulah orang-orang yang hobi berburu dan suka menguji nyali bisa terlibat, bukannya berburu saat populasi hewan tersebut terancam punah seperti sekarang ini," tegas Dian. (ANT--144/K004)

Pewarta: NON
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010