Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah menentukan harga sapi milik warga korban bencana erupsi Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, mulai dari Rp5 juta hingga Rp10 juta per ekor, kata Menteri Pertanian Suswono.

"Penentuan harga sapi hidup itu berdasarkan beberapa kriteria, di antaranya jenis kelamin dan ukuran. Jika para pemilik sapi bersedia, pemerintah akan membelinya," katanya di Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, pemerintah juga akan membeli anak sapi (pedhet) dengan harga Rp5 juta, sapi jantan potong dibeli berdasarkan berat badan seharga Rp22 ribu per kilogram, sapi betina yang tidak laktasi (tidak menghasilkan susu) dibeli Rp20 ribu per kilogram.

Sapi yang sedang memproduksi laktasi (menghasilkan susu) dibeli Rp10 juta per ekor, sapi dara yang bunting dihargai Rp9 juta, dan sapi dara tindak bunting Rp7 juta.

"Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp100 miliar untuk membeli sapi milik warga korban bencana erupsi Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng)," katanya.

Ia mengatakan, sapi yang telah dibeli pemerintah akan disalurkan ke daerah lain yang aman dari bahaya. Namun, perincian kebijakan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah untuik menanganinya.

"Sapi yang dibeli pemerintah itu akan disalurkan kepada peternak di luar daerah berbahaya sebagai bantuan sosial (bansos). Dinas di tingkat provinsi baik di DIY maupun Jateng yang berwenang mengatur pendistribusian sapi bansos tersebut," katanya.

Menurut dia, ada hal yang lebih penting dari sekadar membeli sapi milik warna, yakni mengenai kepastian pakan ternak. Para peternak banyak mengkhawatirkan nasib sapi mereka yang ditinggal mengungsi.

"Hasil pengamatan lapangan selama ini menunjukkan warga pemilik sapi ternyata lebih menginginkan kepastian pakan ternak. Mereka sering pulang ketika mengungsi itu karena ingin memberi makan ternak untuk memastikan ternaknya sehat," katanya.(*)

B015*V001/H008

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010