Sikakap (ANTARA News) - Warga di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, mempunyai budaya lokal tabu menyebut nama keluarganya yang telah meninggal (almarhum) sehingga menjadi kendala bagi pemerintah daerah untuk membuat data lengkap korban tsunami.

Keluarga korban akan tutup mulut atau mengelak jika ditanya nama keluarganya yang meninggal, kata Kepala Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mentawai di Pos Komando (Posko) Penanggulangan Bencana Tsunami Mentawai, Desti Seminora Sababalat, kepada ANTARA News di Sikakap, Jumat.

Menurut Desti,  menyebut nama korban adalah sesuatu yang tabu bagi keluarganyasehingga tidak mudah mendapatkan data-data lengkap korban tsunami.

Perlu pendekatan spikologis kepada keluarga korban, jika mereka langsung ditanya nama keluarganya yang meninggal, berarti itu menambah duka bagi mereka dan dipastikan mereka akan mengelak jika mendapat pertanyaan seperti itu, ujarnya.

"Jadi jangan langsung ditanya nama korban, biarkan mereka bercerita dahulu dan menyampaikan keluahannya, baru setelah itu keluarga korban bisa terbuka menyebut nama keluarganya yang menjadi korban," ujarnya.

Ia mengatakan, kebiasaan masyarakat Mentawai itu membuat pendataan korban dengan lengkap agak terlambat dan data-data yang ada terkait jumlah korban dan kerusakan akibat tsunami hingga kini masih bersifat sementara.

Desi mengatakan, pendataan lengkap korban dibutuhkan mengingat pemerintah kabupaten Mentawai diharuskan untuk membuat dana selengkapnya bermasuk nama, umur dan alamat korban terkait dampak bencana gempa 7,2 SR diikuti tsunami yang terjadi Senin (25/10).

Gempa diikuti tsunami itu menyebabkan 447 korban tewas dan 57 orang lainnya masih dinyatakan hilang. Selain itu, 173 orang luka berat dan 352 orang luka ringan serta 15.355 orang masih mengungsi.
(T.H014/P003)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010