Wina (ANTARA News) - Direktur Institute for Study of Islamic Though and Civilization (Insist) Hamid Fahmy Zarkasyi mengatakan pemahaman masyarakat Barat terhadap Islam moderat di Indonesia masih sedikit sehingga pemerintah perlu terus meningkatkan dialog antaragama dengan masyarakat Barat, termasuk dengan kalangan akademisinya.

"Pemahaman mereka masih lemah. Mereka masih heran di Indonesia bisa terwujud toleransi, padahal masyarakatnya beragam baik dari agama maupun suku. Itu terlihat dari pertanyaan mereka," katanya di Wina, Selasa, di sela memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Universitas Wina mengenai kehidupan beragama di Indonesia dalam rangka menciptakan harmonisasi antarmasyarakat.

Hamid dan Guru Besar Studi Islam Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Prof Nur Khalis Setiawan dan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Prof Dr BS Mardiatmadja berada di Austria dalam rangka mengikuti kegiatan Kampanye Diplomasi Publik yang digagas oleh Kementerian Luar Negeri. Mereka akan berbicara di dua kota yakni di Wina dan Salzburg.

Untuk itu, katanya, kerjasama dan dialog antaragama dengan masyarakat Barat perlu ditingkatkan lagi. Ia mengatakan tokoh atau pemikir Islam dari Indonesia perlu lebih banyak lagi yang menerangkan mengenai kehidupan antaragama dan Islam di Indonesia kepada masyarakat Barat.

Sementara itu tokoh-tokoh agama Barat perlu perlu pula diajak ke Indonesia untuk mengetahui kehidupan antaragama di Indonesia dan juga Islam sehingga antara kedua belah pihak bisa saling belajar dan menumbuhkan sikap saling menghargai.

Oleh sebab itu ia mendukung program yang dikembangkan oleh Kementerian Luar Negeri tersebut. Namun demikian, Hamid juga meminta agar program kegiatan tersebut perlu disusun dengan baik agar hasil yang diperoleh benar-benar maksimal dan luas.

Saat kunjungan Presiden Austria Heinz Fischer ke Indonesia 9 November Indonesia dan Austria menandatangani perjanjian di bidang peningkatan kerja sama dialog antar umat beragama untuk mendorong hubungan kedua negara yang lebih baik.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kerja sama itu dapat berbentuk pertukaran pelajar ataupun kunjungan pemuka agama dari kedua negara dalam upaya membentuk dialog antar penganut agama.

Sementara itu Presiden Fischer mengatakan Austria telah mendorong adanya dialog antar umat beragama di dalam negeri mereka sebagai upaya untuk mendorong adanya rasa saling memahami.

"Hal tersebut kami kembangkan dengan kerja sama di bidang tersebut dengan negara lain, dan kami memilih Indonesia," paparnya.


Pemaparan

Sementara itu, dalam pemaparannya Hamid antara lain menjelaskan mengenai pondok pesantren di Indonesia. Ia meminta agar dunia Barat tidak mencap bahwa pondok pesantren sebagai tempat melahirkan terorisme. Ia mengatakan pesanteren di Indonesia, baik yang tradisonal maupun modern, mengajarkan kebaikan dan menjauhi kekerasan.

Ia mengatakan sebuah pesantren bisa menghasilkan lulusan yang sekuler maupun yang keras. Namun ia mengatakan bahwa lulusan pesantren yang menganut garis keras sangat sedikit dan tidak didukung.

"Sangat tidak adil jika hanya satu dua orang lulusan pesantren yang melakukan kekerasan, lalu sekitar 14.000 pondok pesantren dikatakan sebagai tempat melahirkan terorisme," katanya.

Hamid mengatakan di pondok pesantren juga diajarkan mengenai kebersamaan, keberagaman, demokrasi,membuka wawasan dan toleransi.

Sementara itu mengenai partai politik di Indonesia, Hamid mengatakan, semua partai politik Islam tidak bertujuan untuk mendirikan negara Islam, namun berupaya agar semangat dan nilai-nilai Islam masuk dalam sistem politik nasional.(*)
(L.U002/R009)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010