Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengatakan Indonesia bisa mengambil inisiatif mendorong perundingan di Semenanjung Korea melalui ASEAN.

"Sampai hari ini belum ada pernyataan tegas dari Indonesia mengenai masalah di Semenanjung Korea ini. Belum ada pernyataan strategis Indonesia baik negara sahabat atau sebagai Ketua ASEAN," katanya dalam diskusi di Megawati Institute Jakarta, Selasa.

Padahal menurut dia, peran sebagai penengah itu merupakan sarana agar Indonesia dan ASEAN bisa berkiprah bagi perdamaian dunia.

"Ini umpan bagus, untuk dapat panggung. Jangan sampai kebijakan sejuta kawan nol musuh itu membelenggu kebijakan politik bebas aktif kita," katanya.

Menurut dia, sebagai Ketua ASEAN, Indonesia memiliki kesempatan untuk berinisiatif meredam ketegangan di Semenanjung Korea tersebut.

"Ini panggung yang tepat bagi Indonesia untuk menunjukkan diri sebagai Ketua ASEAN. Kalau Presiden seharusnya langsung aktif berinisiatif, bukan malah menunggu. Kita tahu, perundingan enam negara tidak jalan, Dewan Keamanan PBB juga tidak jalan," katanya.

Ia menambahkan Indonesia punya keuntungan karena memiliki hubungan baik dengan kedua negara baik Korea Utara maupun Korea Selatan.

"Ini bisa digunakan. Tapi kalau kita hanya diam saja ya kita tidak pernah dianggap oleh negara lain," katanya.

Ia menambahkan, bila perang benar-benar pecah, Indonesia akan dirugikan terutama dari sisi ekonomi dimana Korea Selatan dan Jepang merupakan salah satu mitra bisnis utama.

Seperti diberitakan, ketegangan di Semenanjung Korea semakin menguat seiring dengan serangan artileri Korea Utara terhadap pulau perbatasan Yeonpyeong di Korea Selatan pada 23 November lalu.

Korea Utara mengancam akan melanjutkan serangan "tanpa ampun" kepada Korea Selatan pada Selasa setelah negara komunis itu melancarkan serangan artileri mematikan ke arah perbatasan laut barat, demikian pernyataan yang dikutip dari Kantor Pusat Berita Korea (KCNA).

Hal ini dipicu adanya rencana latihan militer bersama Korsel-Amerika Serikat. Korut menyatakan rencana latihan perang gabungan Korsel-AS akan membawa semenanjung itu "lebih dekat ke ambang perang".

Pemerintah Korea Selatan marah atas serangan tersebut dan menyatakan tetap melanjutkan latihan gabungan tersebut. Kapal induk bertenaga nuklir USS George Washington dengan lebih dari 6.000 pelaut, 75 jet tempur serta sekitar 10 kapal perang juga dimobilisasi untuk mendukung latihan tersebut.

Sementara itu, masyarakat internasional terus mencari terobosan untuk meredakan ketegangan dua negara di semenanjung korea tersebut. Kedua negara pernah terlibat Perang Korea pada 1950-1953 yang berakhir dengan gencatan senjata. (*)
(T.M041/B013)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010