Markas Besar PBB, New York (ANTARA News/Reuters) - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), mulai pukul tujuh malam waktu GMT (7 pagi WIB), menggelar pertemuan khusus Sabtu ini setelah Israel melancarkan satu ofensif darat ke Gaza.

Para diplomat mengungkapkan, 15 anggota Dewan Keamanan PBB akan memperdebatkan draf resolusi usulan Libya yang merupakan satu-satunya anggota DK PBB dari Arab, yang akan berisi ungkapan "keprihatinan serius terhadap eskalasi situasi di Gaza, khususnya, setelah dilancarkannya ofensif darat Israel."

Draf ini juga mendesak semua pihak untuk "menjajaki sebuah gencatan senjata darurat untuk menghentikan dengan segera semua aktivitas militer."

Israel melancarkan ofensif darat ke Jalur Gaza Sabtu malam dengan mengirim tank-tank dan infanteri guna bertempur langsung dengan para pejuang Hamas yang bergeming oleh serangan udara mematikan selama delapan hari dengan tetap membalas Israel lewat luncuran roket-roket ke kota-kota Israel.

Duta Besar Prancis untuk PBB Jean-Maurice Ripert kepada wartawan menerangkan tertutupnya pintu pembicaraan segera di DK PBB karena dia tak mengetahui jika draf Libya itu bakal  didukung kelimabelas anggota DK PBB yang memang menjadi syarat keluarnya resolusi.

Riyad Mansour, pengamat permanen Palestina di PBB mengungkapkan adalah tanggungjawab DK PBB "untuk membuat Israel mematuhi (hukum internasional) dan menghentikan segera agresi ini."

"Israel tidak bisa menurutkan kelakuannya sebagai negara yang mengabaikan hukum internasional, tindakan Israel itu adalah hukum rimba," kata Riyad.

Dia menambahkan, adalah sangat penting bagi DK PBB untuk mengadopsi pernyataan berisi seruan gencatan senjata segera dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Namun belum jelas apakah Washington mendukung draf terbaru resolusi yang diusulkan Libya itu.

Amerika Serikat dan Libya berulangkali berseberangan dalam soal Israel-Palestina sejak Libya menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB setahun lalu, dan Washington mencoba menjauhkan topik Palestina menjadi sebuah agenda selagi mereka bisa.

Delegasi AS berulang-ulang menuntut setiap pernyataan atau resolusi DK PBB dalam konflik Gaza mesti menyantumkan pernyataan bahwa kelompok pejuang Palestina Hamas yang berkuasa di daerah itu pada 2007 sebagai organisasi teroris dan telah merampas kekuasaan dari pemerintah sah Otoritas Palestina.

Sebaliknya, Tripoli (Libya) dan negara-negara Arab lainnya menentang usulan AS ini sehingga pembicaraan di DK PBB guna mengakhiri krisis Gaza pun menemui jalan buntu.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon menyeru diadakannya satu gencatan segera untuk mengakhiri serangan darat Israel ke Gaza.

Dalam wawancara per telepon dengan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Ban menyampaikan "keprihatinan dan penyesalannya yang sangat mendalam," begitu bunyi pernyataan pers Sekretariat Jenderal PBB.

Dalam kesempatan lain, kepada para wartawan, Presiden Majelis Umum PBB Miguel d'Escoto Brockmann, seorang diplomati Nicaragua yang merupakan pengkritik AS dan Israel, menyebut invasi darat Israel ke Gaza sebagai tindakan yang amat ganjil.

Miguel juga menyebut Amerika Serikat yang menjadi salah satu pemegang hak veto dalam Anggota Tetap DK PBB, telah membantu Israel dengan sengaja menggerogoti kemampuan DK PBB untuk mengintervensi krisis Gaza. (*)

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2009