"Ciri utama keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah posisi Sri Sultan yang otomatis juga sebagai gubernur, dan ciri tersebut telah melekat sejak awal Indonesia merdeka, dan dijamin konstitusi," kata pimpinan Gerakan Rakyat Mataram (Geram) Widhiasto Wasana Putra, di sela penyerahan 1.000 bambu runcing kepada organisasi massa pendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai gubernur DIY, di Yogyakarta, Jumat.
Ia mengatakan keputusan pemerintah yang memaksakan dilakukannya pemilihan langsung atas gubernur dan wakil gubernur DIY justru bentuk keputusan berwatak monarki.
"Sudah jelas rakyat DIY menghendaki penetapan Sri Sultan sebagai pemimpin daerah, tetapi pemerintah pusat mengingkari kehendak rakyat, itu artinya pemerintah otoriter dan tidak demokratis," katanya.
Menurut dia, sikap pemerintah tersebut justru berpotensi mematikan tatanan demokrasi yang selama ini berkembang di DIY.
Pemerintah, kata dia, seharusnya paham bahwa rakyat DIY baru tertimpa musibah. "Penanggulangan bencana alam belum juga terselesaikan, kini pemerintah justru memperparah penderitaan dengan bencana politik," katanya.
Ia menilai apa yang dialami rakyat DIY saat ini mengingatkan pada situasi menjelang meletusnya Perang Diponegoro yang didahului oleh meletusnya Gunung Merapi dan Gunung Bromo.
Menurut dia, sebaiknya pemerintah saat ini mengurusi masalah negara yang lebih mendesak seperti kemiskinan yang melilit, penanganan bencana alam yang sering kedodoran, dan korupsi yang merajalela," katanya.
Ia mengatakan pihaknya akan terus menggelar aksi-aksi jalanan menuntut penetapan Sultan sebagai gubernur, dan Paku Alam sebagai wakil gubernur DIY.
"Seribu bambu runcing yang baru ini kami pegang, menjadi lambang bersatunya semangat rakyat DIY untuk mendukung Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX sebagai pemimpin rakyat DIY," katanya.(*)
(ANT-158/M008)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010
