Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Korea Selatan Lee Myung Bak akan melakukan pertemuan dwipihak di sela-sela Forum Demokrasi Bali (BDF) III yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada 9-10 Desember 2010.

"Saya baru saja bertemu dengan Menlu Korea Selatan untuk menkonfirmasi kehadiran Presiden Lee," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat petang seusai mendampingi Presiden Yudhoyono menerima surat kepercayaan lima orang duta besar negara sahabat.

Menlu mengatakan, dalam pertemuan itu Menlu Korsel Kim Sung-hwan menyampaikan sikap Presiden Korea Selatan khususnya hubungan baik antara kedua negara.

Terkait agenda pertemuan kedua kepala negara, Menlu mengatakan salah satunya konflik di Semenanjung Korea.

"Saya yakin akan dibahas (konflik di Semenanjung Korea)," katanya.

Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kusuma Habir, Indonesia dan Korea Selatan akan mengetuai BDF III sehingga Presiden Yudhoyono dan Presiden Lee akan membuka forum perhelatan regional yang akan dihadiri 36 negara peserta dan sedikitnya 28 negara peninjau tersebut.

Sementara itu terkait konflik di Semenanjung Korea, pada Pada Selasa malam (23/11), Menlu atas nama Pemerintah Indonesia menyampaikan keprihatinan yang sangat mendalam atas terjadinya saling tembak antara Korea Utara dan Korea Selatan di Pulau Yeonpyeong yang telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dari kalangan sipil.

Menlu mengatakan, Pemerintah Indonesia mendesak kedua pihak untuk segera menghentikan permusuhan, melakukan upaya maksimal untuk menahan diri dan menghindari terjadinya peningkatan ketegangan.

Pada kesempatan itu Pemerintah Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya dimulai kembali perundingan enam pihak yang diikuti oleh Korea Selatan, Korea Utara, Amerika Serikat, Rusia, China dan Jepang guna membahas seluruh aspek yang terkait dengan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea.

Pada Selasa, Korea Utara menembakkan artileri ke Pulau Yeonpyeong yang terletak di dekat perbatasan maritim antara Korea Utara dan Selatan. Hal itu kemudian memicu baku tembak kedua Korea.

Korea Utara tidak mengakui perbatasan tersebut, dengan merujuk pada kenyataan bahwa perbatasan itu diputuskan secara sepihak oleh Amerika Serikat setelah perang Korea pada 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata.

Sebanyak tiga pertempuran kelautan terjadi di kawasan itu pada 1999, dan pemerintah Korsel menyalahkan Korut atas serangan yang menenggelamkan kapal perang di kawasan itu pada Maret tahun ini.

Dalam sebuah pernyataan di Kantor Pusat Berita Korea (KCNA) yang dikutip oleh kantor berita Korea Selatan Yonhap, Panglima Tinggi Militer Korut menuduh militer Korsel memulai ketegangan dengan menembak ke arah sebelah Korut.

Upaya untuk meredakan ketegangan antara kedua Korea yang dipicu oleh program nuklir kontroversial Korea Utara telah dilakukan dalam rangkaian perundingan enam pihak. Perundingan-perundingan itu, terakhir diselenggarakan Desember 2008.

Korut meninggalkan forum itu April 2009. Lima bulan kemudian negara itu mengumumkan mereka telah mencapai tahap akhir pengayaan uranium- satu jalan baru penting untuk membuat sebuah bom nuklir.(*)
(T.G003/R018)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010