Klaten (ANTARA News) - Sekolah mengkhawatirkan nilai siswa korban korban letusan Gunung Merapi pada ujian semester I tahun 2010 merosot akibat terganggunya proses belajar mengajar selama murid dan guru berada di pengungsian.

Kepala SDN 2 Balerante, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Triyono, Jumat, mengatakan, sejak Merapi meletus pada Oktober hingga November 2010, proses belajar mengajar tidak bisa berjalan normal sehingga guru dan siswa tidak bisa menjalankan kewajibannya secara normal.

"Bagaimana bisa normal kalau semua murid dan gurunya harus mengungsi?" kata Triyono.

Dia mengatakan, proses belajar mengajar di sekolahnya baru mulai aktif pada 25 November 2010, namun itu pun masih dalam suasana ketakutan karena Merapi masih terus menyemburkan awan panas dan hingga kini banjir lahan dingin masih menjadi ancaman warga.

"Sejak 25 November memang sudah aktif, kami berusaha keras untuk menutup ketertinggalan, namun tetap saja hasilnya kurang maksimal," katanya.

Berkaitan dengan hal itu, maka pihaknya yakin hasil dari ujian semester yang sedang berlangsung saat ini tidak maksimal.

"Pasti kurang maksimal, dan itu wajar karena kondisinya masih demikian," kata dia.

Sementara itu di sisi lain, dia menceritakan bahwa kondisi bangunan gedung sekolah yang rusak di atas 75 persen, juga menjadi kekhawatiran tersendri.

Menurutnya, hampir seluruh ruang kelasnya mengalami kerusakan, bahkan kayu-kayu dan plafon seakan siap runtuh.

"Kami belajar dalam suasana ketakutan karena sewaktu-waktu bangunan bisa runtuh," katanya.

Secara terpisah, UPTD Dinas Pendidikan (Disdik) Kecamatan Kemalang, Klaten mengkhawatirkan anjloknya nilai ujian semester bagi anak-anak korban erupsi Gunung Merapi.
(ANT198/A030/A038)

Pewarta: NON
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010