Mogadishu (ANTARA News) - Pemimpin kelompok gerilya Hizbul Islam menyatakan, Senin, ia mendukung keputusan untuk bergabung dengan gerilyawan Al-Shabaab dalam upaya menggulingkan pemerintah Somalia yang terkepung.

Hasan Dahir Aweys, yang sebelumnya mengecam Al-Shabaab karena mendukung Osama bin Laden, secara terbuka menyambut baik penggabungan kedua kelompok itu.

"Saya sangat senang dengan penyatuan kelompok Islamis Somalia," kata Aweys kepada wartawan di Afgoi, 30 kilometer sebelah selatan Mogadishu, ibukota Somalia yang porak-poranda akibat perang.

"Saya mendesak kelompok Islamis Somalia melipatgandakan jihad Islam," tambahnya.

Aweys mengenakan pakaian hitam dan sorban merah, yang biasanya digunakan oleh Al-Shabaab, bukan sorban putih yang biasa dipakai oleh pengikut Hizbul Islam.

Meski Hizbul Islam dan Al-Shabaab seringkali berperang bersama-sama melawan pemerintah di Mogadishu, mereka adalah saingan -- sampai penyatuan mereka pekan lalu -- di sejumlah daerah lain Somalia.

Kamis lalu, Al-Shabaab menyatakan akan menyerang Uganda dan Burundi karena mereka menempatkan pasukan di Mogadishu sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika AMISOM, yang membantu pemerintah rapuh Somalia.

Pasukan Uni Afrika (AU) itu, yang tugas utamanya melindungi pemerintah lemah Somalia yang didukung Barat sejak ditempatkan pertama kali pada awal 2007, telah gagal menstabilkan Mogadishu dan menghadapi kekerasan sengit yang dikobarkan gerilyawan muslim garis keras.

AU meminta batas pasukan yang diwenangkan ditingkatkan menjadi sedikitnya 12.000 dari sekitar 8.000 dan menginginkan mandat lebih kuat, dan langkah itu telah memperoleh persetujuan dari Dewan Keamanan PBB.

Al-Shabaab kini menguasai sejumlah besar wilayah di Somalia tengah dan selatan, yang terperangkap ke dalam perang saudara selama dua dasawarsa terakhir.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 76 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.

Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.

Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada Juli bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.(*)

Reuters/M014

Pewarta: NON
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010