Jakarta (ANTARA News) - Banyaknya persoalan bangsa terutama dalam hal pluralisme dan toleransi bergaung dalam acara "Setahun Gus Dur kita : mewarisi kearifan Gus Dur" di Jakarta Kamis malam.

"Kita menziarahi kearifan-kearifan yang ditinggalkan Gus Dur," kata seniman Butet Kertarajasa di sela pentas monolognya. Butet mengatakan bahwa sosok Gus Dur merupakan pemimpin yang pluralis dan humoris. "Sekarang kita dihadapkan mengenai bagaimana kita memaknai warisan-warisan Gus Dur," katanya.

Tokoh Agama Katolik Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa pertama kali megenal Gus Dur dari tulisannya di Kompas pada tahun 70-an.

Menurut dia, Gus Dur sebagai pemimpin mengkombinasikan 3 hal yaitu muslim sejati, seorang nasionalis sejati dan humanis yang sangat menginginkan Indonesia keluar dari keterpurukan. "Ia memposisikan kaum minoritas bukan sebagai underdog." dan hal itulah yang disambut oleh senang oleh minoritas," kata Frans.

Dia mengemukakan upaya mengenang Gus Dur menjadi sebuah upaya untuk secara terus menerus berdialog dengan pemikiran-pemikirannya. "Dan memetik kearifan dari sana," kata Frans.

Acara itu juga dimeriahkan dengan hadirnya "wisata kuliner" yang menyajikan makanan-makanan favorit Gus Dur. Terdapat juga pameran foto mengenai sosok gus dur dari berbagai sumber serta patung replika Gus Dur yang menyerupai patung Buddha berwarna kuning emas. Karya Dolorosa Sinaga berbahan fiberglass itu diberi nama "Wali Tertawa" .
(Yud/A038/BRT)

Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010