Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menegaskan bahwa sudah 16 staf Ditjen Imigrasi yang dinonaktifkan terkait kepentingan penyelidikan kasus pemalsuan paspor atas nama Sony Laksono alias Gayus Halomoan Tambunan.

"Hingga pagi ini 16 petugas imigrasi sudah dinonaktifkan sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden," kata Patrialis usai membuka "workshop" Revisi Undang-Undang Politik di Jakarta, Selasa.

Ke-16 staf tersebut, lanjutnya, berasal dari Kantor Imigrasi Jakarta Timur maupun Bandar Udara Soekarno-Hatta, dengan berbagai tingkatan jabatan mulai dari staf hingga setingkat "supervisor".

Sejauh ini, menurut dia, mereka yang dinonaktifkan terindikasi lalai terhadap tugas jabatannya. "Kalau indikasi suapnya biar Mabes saja yang turun tangan dan akan menindaklanjutinya".

Pemalsuan paspor ini ternyata sudah berjalan sebelum dirinya menjabat menjadi Menteri Hukum dan HAM. "Saya yang kebagian tugas membenahinya".

Ia mengatakan walaupun sudah ada bukti terjadi pemalsuan paspor, Kementeriannya tetap tidak akan mempercepat penggunaan e-paspor.

"Kita tetap akan uji coba saja hingga 2012, tidak ada percepatan," tegas Menteri dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Besar-besaran

Lebih lanjut, Patrialis Akbar mengatakan akan segera melakukan perputaran besar-besaran di jajaran imigrasi. Selain itu, akan dilakukan breifing pada seluruh petugas imigrasi di Tanah Air.

Penunjukan Dirjen Imigrasi yang baru, menurut dia, juga akan dilaksanakan dalam satu hingga dua hari ke depan.

Ia menegaskan bahwa perputaran staf imigrasi besar-besaran ini menjadi bagian dari reformasi imigrasi, tujuannya agar tidak ada lagi petugas yang terlalu lama di satu tempat, sehingga dapat membangun "kerajaan kecil" di dalam Kantor Imigrasi.

Menanggapi rencana reformasi imigrasi, mantan Ketua MK yang menjadi pembina "Jimly School Law and Government", Jimly Asshiddiqie mengatakan hal tersebut sangat baik. Namun tidak cukup sekedar memutasi pejabat saja, karena pada dasarnya cara kerjanya lah yang perlu direformasi.

"Atasan harus tahu apa yang dikerjakan anak buahnya bahkan sampai level satpam. Semua harus kerja sesuai mekanismenya, jadi kalau dibenahi, ya tidak boleh lagi ada yang kayak dulu-dulu," ucap Jimly, menegaskan.

Menurut dia, sudah saatnya ada semacam ISO yang diciptakan sendiri oleh Kementerian Hukum dan HAM, sehingga pegawai negeri sipil ini harus bisa menghasilkan setiap hari.

(V002/C004/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011