Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung mendesak polisi memeriksa seluruh perusahaan yang pajaknya bermasalah yang jumlahnya 151 perusahaan dan tidak berlaku diskriminatif dengan hanya memeriksa 44 perusahaan.

"Kepolisian jangan diskriminasi soal pajak perusahaan yang bermasalah, harus selidiki semuanya," kata Pramono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu, merujuk langkah polisia yang mengusut 44 perusahaan dari 151 perusahaan yang bermasalah dalam kasus pajak.

Pramono juga meminta Komisi III untuk mempertanyakan langkah kepolisian itu. "Saya minta kepada Komisi III agar mempertanyakan kenapa hanya 44 perusahaan yang menjadi fokus polisi untuk diperiksa," ujar Pramono.

Ia juga meminta polisi untuk transparan dan menyelidiki semua perusahaan yang telah diserahkan Kementerian Keuangan tersebut.

"Hasil penyelidikan harus dijelaskan kepada masyarakat. Polisi tidak boleh menyortir perusahaan-perusahan yang telah diserahkan itu. Tidak adil," katanya.

Mabes Polri akan fokus memeriksa 44 perusahaan bermasalah pajak yang ditangani Gayus Halomoan Tambunan.

Penyidik Badan Reserse dan Kriminal Polri juga akan meminta dokumen pelengkap terkait kasus mafia pajak Gayus HP Tambunan ke Kementerian Keuangan.

"Kita akan meminta beberapa dokumen kembali kepada Kementerian Keuangan dalam rangka analisis terhadap kepengurusan pajak yang dilakukan oleh Gayus," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Selasa.

Kementerian Keuangan sudah menyerahkan dokumen 151 perusahaan yang terkait kasus dugaan mafia pajak Gayus ke penyidik Badan Reserse dan Kriminal, ujarnya.

"Ini memang dokumen putusan pengadilan pajak, ada beberapa dokumen yang akan dimintakan kembali kepada Kementerian Keuangan, karena yang sudah lengkap adalah salinan keputusan," kata Boy.

Penyidik akan menganalisis proses pengurusan pajak oleh Gayus, khususnya sebagai petugas Bagian Keberatan dan Banding di Ditjen Pajak yang berhadapan dengan wajib pajak, demikian Boy.

S023/D011/AR09

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2011