Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan adanya 197 proyek senilai sekitar 18,4 miliar dolar AS selama lima tahun.

"Tidak semua usulan proyek disetujui karena ada persyaratan-persyaratan. Setelah di-`exercise`, yang disetujui hanya 197 kegiatan atau proyek dengan nilai total sekitar 18,4 miliar dolar AS selama lima tahun," kata Deputi Bidang Pendanaan Kementerian PPN/Bappenas, Wismana Adi Suryabrata, di Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan, dari hasil koordinasi dengan seluruh kementerian/lembaga, muncul permintaan pendanaan untuk 286 proyek sebesar sekitar 49,9 miliar dolar AS untuk jangka waktu lima tahun.

Namun setelah melalui berbagai proses kajian sementara, pemerintah memutuskan akan melakukan pembiayaan baru sebesar sekitar 18,4 miliar dolar AS. Angka tersebut masih bersifat sementara sebab masih dalam kajian pemerintah.

Pemerintah mengklaim nilai tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan pembiayaan defisit dalam kerangka fiskal.

Dia membantah jika penambahan pembiayaan baru tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah yang akan mengurangi porsi utang pemerintah.

Menurut dia, nilai tersebut sesungguhnya tidak akan terlalu menambah beban utang pemerintah. Sebab setiap tahunnya pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran utang yang lebih besar porsinya dari pinjaman per tahunnya.

Menurut Wismana, pemerintah telah menyelesaikan kebijakan pendanaan selama lima tahun khususnya yang berhubungan dengan skema pinjaman luar negeri.

Skema pinjaman luar negeri atau Rencana Kebijakan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) dibagi atas dua bagian yakni untuk pinjaman proyek dan pinjaman program.

Penyusunan RKPLN didasarkan atas kebutuhan dan 14 prioritas pemerintah yang sudah terangkum dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RJPMN) selama lima tahun.

"Dari sisi investasi pemerintah, hanya sanggup sekitar 15-18 persen dari keseluruhan kebutuhan, sisanya berasal dari swasta dan pinjaman," katanya.

Menurut dia, nilai tersebut sesungguhnya tidak akan terlalu menambah beban utang pemerintah karena setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran utang yang lebih besar porsinya dari pinjaman per tahun.

"Sehingga tidak hanya rasio utang Indonesia yang mengalami penurunan, tapi juga dari sisi komposisi pinjaman luar negeri," katanya.

Berdasar data pemerintah, rasio utang Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 2000, rasio utang Indonesia mencapai 89 persen dan turun menjadi 30 persen di awal 2010.

Pada pertengahan 2010, rasio utang Indonesia berada pada posisi 26 persen.

Wismana memaparkan, berdasarkan data dari Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan per 30 September 2010, total utang pemerintah mencapai 186,4 miliar dolar AS dengan komposisi utang luar negeri 67,8 miliar dolar AS dan lainnya utang dalam negeri dalam bentuk surat utang negara (SUN). (A039/A023/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011