Sleman (ANTARA News) - Pemerintah telah mengganti sebanyak 4.007 ekor sapi korban bencana erupsi Gunung Merapi di empat kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Realisasi alokasi dana yang dikucurkan pemerintah untuk penggantian ternak sapi korban erupsi Merapi sebanyak itu mencapai Rp35,9 miliar, alokasi dana tersebut telah didistribusikan ke empat kabupaten, yakni Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Magelang, Jawa Tengah(Jateng).

Dana itu membengkak Rp10 miliar dari jumlah yang telah disiapkan sebelumnya sekitar Rp25,5 miliar untuk 3.000 ekor sapi karena di lapangan ternyata ditemukan banyak sapi yang mati, sehingga jumlahnya meningkat menjadi 4.007 ekor sapi.

Sapi yang mati akibat bencana erupsi Gunung Merapi tersebut tidak diganti dengan uang, tetapi dengan sapi hidup yang telah dibeli dengan dana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dana Rp100 miliar yang disiapkan pemerintah tersebut sampai saat ini hanya digunakan sekitar Rp35,9 miliar untuk alokasi pembelian sapi hidup dan penggantian sapi yang mati, sehingga kemuddian pemerintah melalui Kementerian Pertanian siap untuk menyalurkan dana pengganti susulan untuk sapi mati yang sebelumnya belum terdata.

Menteri Pertanian Suswono menyatakan pemerintah siap menyalurkan dana susulan untuk penggantian ternak sapi milik warga yang mati akibat bencana erupsi Gunung Merapi yang selama ini belum terdata dan mendapatkan ganti.

"Ternak sapi yang mati akibat bencana Merapi yang belum terdata dan diganti, bisa disusulkan untuk mendapat ganti karena saat ini dana pengganti sapi korban erupsi Merapi masih tersisa Rp5 miliar," kata Suswono saat menyerahkan bantuan sapi perah di Dusun Ngipiksari, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Minggu (23/1).

Menurut dia, pemerintah sebenarnya menyiapkan dana penggatian ternak sapi tersebut sebesar Rp100 miliar, tetapi, Kementerian Pertanian hanya mengajukan Rp35 miliar.

"Dana yang diajukan tersebut hingga saat ini telah terpakai untuk mengganti sapi sebesar Rp30 miliar sehingga masih ada sisa Rp5 miliar," katanya.

Ia mengatakan, para peternak yang sapinya mati namun belum terdata bisa segera membuat laporan dan akan segera diproses.

"Jika proses selesai maka kami akan langsung membuat rekening tambahan untuk penggantian ternak sapi. Namun saya tanya terus ke Bupati Sleman, ternyata tidak ada data susulan," katanya.


Melalui Rekening Bank

Pencairan dana ganti rugi sapi mati akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman disalurkan kepada peternak dalam bentuk tabungan.

Kepala Dinas Pertanian (Distan) DIY Nanang Suwandi mengatakan, pemerintah tidak akan menipu, karena dana sudah ada, namun, buku tabungan memang belum diterima oleh 1.352 peternak korban erupsi Merapi.

"Para petani yang ingin kembali membeli sapi bisa melalui Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman dengan syarat menunjukkan surat keterangan dari dokter hewan setempat. Surat berisi keterangan yang menyatakan bahwa sapi milik petani memang mati akibat erupsi Merapi. Sapi yang akan dibeli melalui Pemkab Sleman akan diupayakan memiliki kualifikasi bagus dan dapat segera dinikmati hasilnya oleh para peternak," katanya.

Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Suwandi Azis, mengatakan saat ini dana penggantian sapi mati itu telah ditransfer ke rekening masing-masing warga melalui Bank BPD DIY.

"Namun memang belum semua peternak menerima rekening buku tabungan untuk pembelian sapi tersebut, pembagian rekening tabungan dana pembelian ternak pengganti sapi yang mati akibat bencana erupsi Gunung Merapi akan selesai awal Februari 2011," katanya.

Menurut dia, total dana pengganti sapi yang dikucurkan kepada warga sebesar Rp23,8 miliar untuk pembelian ternak yang mati sejumlah 3.413 ekor yang dimiliki 1.352 peternak.

"Sedangkan untuk rinciannya sapi dewasa sebanyak 2.133 ekor dan per ekor mendapat ganti Rp8,5 juta, sapi dara atau remaja sebanyak 626 ekor per ekor diganti Rp5,5 juta dan sapi `pedhet` sebanyak 654 ekor per ekor diganti Rp3,5 juta," katanya.

Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, perlahan-lahan dana penggantian sapi tetap diberikan, dan tidak dipungkirinya pendataan sapi yang mati tidak gampang dan harus berhati-hati.

"Ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat, jangan sampai warga bohong dan justru berurusan dengan hukum," katanya.

Menurut dia, dana tersebut digunakan untuk membeli sapi bukan untuk yang lain sehingga pemerintah berharap agar warga tidak bersikap konsumtif dan diharapkan penghasilan warga tetap berasal dari ternak sapi seperti sebelum erupsi Merapi.

"Pencairan dana untuk pembelian sapi akan didampingi bidang peternakan dari Dinas Pertanian, Peikanan dan Kehutanan karena sapi yang akan dibeli warga harus mendapatkan terapi terkait kesehatan, kelayakan dan lainnya," katanya.


Ingin Uang Tunai

Warga korban bencana erupsi Gunung Merapi asal Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menginginkan pengganti sapi mati dapat diwujudkan dengan uang tunai dan bukan dalam bentuk sapi hidup.

"Kami sampai saat ini belum menerima bantuan jatah hidup (jadup) sesuai yang pernah dijanjikan pemerintah dulu, kami membutuhkan uang tunai untuk menata hidup kami ini," kata wakil warga Dusun Manggong, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan Banu Hartoyo.

Menurut dia, hampir 90 persen warga saat ini sangat membutuhkan uang tunai untuk kelanjutan hidup mereka dan membangun masa depan.

"Kalau dana pengganti sapi itu harus dibelikan sapi, lantas mau ditaruh di mana, kami sudah tidak memiliki rumah dan kampung juga mustahil bisa dibangun lagi karena sudah jadi jalur lahar, pemerintah seharusnya mengerti dengan kondisi kami ini," katanya.

Ia mengatakan, pencairan dana pengganti sapi yang sudah dijanjikan pemerintah tersebut, juga semakin tidak ada kejelasan.

"Bahkan untuk warga di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang juga menjadi korban erupsi Gunung Merapi yang sudah mendapatkan sapi tersebut, kini juga dijual kembali. Ini diakibatkan kebutuhan warga ialah uang tunai untuk kebutuhan lain," katanya.

Banu mengatakan, sebagian warga korban Merapi ini sekarang ingin membangun rumah agar bisa menata kehidupan untuk esok.

"Saat ini `shelter` (hunian sementara) belum jadi dan kami hanya terkatung-katung tidak menentu," katanya, mengeluh.

Ia mengemukakan, saat ini sebagian warga juga sudah tidak memiliki penghasilan, program padat karya yang pernah digulirkan kini sudah selesai.

"Pasir di dusun kami ini juga masih mentah, berbeda dengan pasir yang ada di bawah yang sudah bisa langsung ditambang. Kami berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali dana pengganti sapi mati tersebut, apakah kami nanti harus menggembala buku rekening tabungan, karena uang pengganti sapi hanya berwujud buku saja dan jikapun bisa untuk membeli sapi maka kami juga harus membangun kandang dulu, dan kandang ini mau dibangun di mana karena karena rumah sudah tidak punya dan `shelter` juga belum jelas kapan jadinya," katanya, berharap.

Menanggapi permintaan korban Merapi tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman menyatakan tidak dapat mengabulkan permintaan warga korban bencana erupsi Gunung Merapi yang menginginkan sapi mereka yang mati diganti dengan uang tunai.

"Kami tidak bisa memenuhi permintaan warga korban Merapi, yang menginginkan agar penggantian sapi mati bisa dilakukan dalam bentuk uang, semuanya harus diganti dengan sapi hidup," kata Bupati Sleman Sri Purnomo.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman terikat aturan dari Pemerintah Pusat dimana komitmen awalnya adalah sapi mati akan diganti sapi hidup, sehingga tidak semudah itu untuk menggantinya.

"Keinginan warga itu memang bisa dimengerti, tapi sesuai dengan komitmen awal, penggantian sapi mati ini termasuk dalam program pemerintah untuk menghidupkan perekonomian warga," katanya.

Ia menuturkan, pihaknya berprinsip bahwa setelah masuk ke "shelter" (hunian sementara) warga harus mempunyai kembali kegiatan. "Mereka dulunya adalah peternak, dan kami berharap mereka dapat kembali berternak," ujarnya, berharap.

Sri Purnomo mengatakan, pemberian uang pengganti sapi dalam bentuk dana tunai sangat berisiko, karena bisa saja nantinya malah digunakan penerimanya untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif semata.

"Uang bisa saja segera habis, saat mereka membutuhkan uang untuk beli sapi, uang tersebut sudah tak ada. Jika itu yang terjadi bisa menimbulkan masalah baru," tuturnya.

Menurut Sri Purnomo, dengan penggantian sapi hidup, sekaligus nantinya bisa membangkitkan motivasi warga untuk berusaha kembali.

"Bila korban Merapi punya sapi dua, tentunya kan mereka berusaha untuk menjadikan sapi itu menjadi tiga, empat atau lima ekor, begitu seterusnya. Kalau tak punya sapi lagi, lalu bagaimana," katanya.

Ia menuturkan, jika alasan warga karena belum ada kandang, saat ini pemkab sudah menyusun rencana untuk membangun kandang-kandang kelompok yang tempatnya diusahakan berdekatan dengan "shelter", termasuk masalah pakan dimana warga mengeluhkan sulitnya mencari rerumputan, pemkab tidak akan tinggal diam.

"Pencairan uang pengganti sapi tersebut akan segera dilakukan begitu warga telah siap untuk memelihara sapi lagi. Prinsipnya tetap, sapi mati diganti sapi, bukan uang," ujarnya. (V001/KWR/K004)

Oleh Oleh Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011