Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyiapkan tiga opsi pembiayaan dana stabilisasi obligasi atau Bond Stabilisation Fund (BSF) sebagai antisipasi dalam menghadapi pembalikan arus modal secara tiba-tiba.

"Itu adalah satu persiapan kalau sampai kita perlu melakukan upaya stabilisasi dalam kondisi terburuk. BSF itu bisa di level pertama, kedua, dan ketiga," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat ditemui seusai rapat koordinasi di Jakarta, Senin.

Menurut Menkeu, upaya pertama yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyiapkan dana untuk pembelian atau buyback obligasi melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Pertama adalah di tingkat badan-badan atau lembaga-lembaga di lingkungan pemerintah. Itu menyiapkan dana untuk pembelian atau buyback obligasi," ujarnya.

Kemudian, ia menambahkan, opsi selanjutnya pemerintah dapat menyiapkan dana dengan memakai anggaran surplus bulanan dalam belanja Kementerian lembaga.

"Kalau setiap bulan penerimaan negara lebih daripada pengeluaran, seperti selama ini terjadi, itu selisihnya bisa kita gunakan sebagai BSF level dua. Jadi BSF level dua adalah selisih penerimaan negara dibandingkan pengeluaran negara yang ada surplus-surplus bulanan," ujarnya.

Pemerintah, lanjut dia, juga menyiapkan dana BSF melalui dana Sisa Anggaran Lebih (SAL) yaitu akumulasi dari sisa lebih pembiayaan anggaran tidak terpakai dalam APBN, yang penggunaannya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Kalau di level tiga, kita kerjasama dan koordinasi dengan DPR, bisa menggunakan dana SAL. Tapi ini tentu dengan persetujuan dari DPR," ujar Menkeu.

Menkeu menambahkan, pemerintah juga menyiapkan opsi lain dalam menghadapi pembalikan modal karena saat ini sedang terjadi pemulihan ekonomi global dan kemungkinan ancaman para pemilik modal menarik dananya ke negara lain sangat besar.

Pilihan yang dapat dilakukan antara lain dengan serius mengembangkan perekonomian dengan membangun infrastruktur dan menumbuhkan iklim investasi yang bersahabat sehingga dana lebih permanen bertahan dalam bentuk penanaman modal asing.

"Yang paling utama adalah kita memberikan pesan bahwa Indonesia serius dalam mengembangkan ekonomi, iklim investasi, termasuk iklim untuk pembangunan infrastuktur,"tambahnya.

Dana-dana yang masuk itu bisa menjadi lebih permanen dalam arti FDI atau PMA maupun PMDN," kata Menkeu.

Selain itu, pemerintah sebagai antisipasi pembalikan modal, memerlukan cadangan devisa yang dapat digunakan atas diskresi pengelolaan Bank Indonesia serta dapat memakai dana buyback yang telah dianggarkan dalam APBN.

Menurutnya pemerintah juga mempersiapkan diri dengan cadangan devisa yang besar, yang saat ini mencapai 96 miliar dolar AS.

Cadangan devisa yang besar itu tentu bisa digunakan atas diskresi pengelolaan BI.

"Kemudian yang lain, di APBN kita juga punya untuk melakukan buyback. Jadi kalau kita ingin melakukan pembelian kembali surat utang itu dimungkinkan," ujarnya.

Namun, sebelum menggunakan anggaran tersebut sebagai antisipasi pembalikan modal, pemerintah akan terus mengupayakan situasi perekonomian yang stabil dan kondusif agar penanam modal semakin nyaman di Indonesia.

"Kita akan menjaga fiskal Indonesia sehat, sistem keuangan dan perbankan sehat, kondisi di sektor riil semakin kompetitif. Ini yang bisa membuat risiko pembalikan dana yang mendadak itu bisa lebih dikelola dengan baik," ujar Menkeu.
(T.S034/B010)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2011