Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah mendesak pemerintah meninjau kembali kebijakan penetapan bea keluar (BK) biji kakao karena dinilai berdampak pada menurunnya kesejahteraan petani kakao sebesar 10-15 persen.

Kepada pers di Gedung DPD di Jakarta Selasa, Wakil Ketua Komite II DPD Mursyid menjelaskan bahwa sebelum BK di berlakukan, harga domestik komoditas itu ditingkat petani tidak dipengaruhi BK.

Akan tetapi ketika BK mulai diberlakukan, harga domestik ditingkat petani menjadi lebih rendah karena eksportir dan pedagang membebankan BK itu kepada petani. "Berdasarkan temuan tersebut, BK dinilai telah menciptakan pos biaya baru yang sepenuhnya dibebankan secara tidak langsung kepada petani," ujarnya.

Rata-rata peningkatan pos biaya baru tersebut akan menurunkan harga komoditas di tingkat petani antara 10-15 persen yang berdampak langsung terhadap penurunan kesejahteraan petani sebesar 10-15 persen pula.

Pada saat yang sama, DPD menilai, berubah-ubahnya biaya BK setiap bulannya yang berkisar antara 5-10 persen juga telah menyebabkan adanya resiko bisnis baru bagi para pedagang di tingkat lokal dan eksportir. BK yang berubah-ubah itu telah menyebabkan perdagangan berjangka komoditi menjadi semakin tidak aman dan tidak pasti.

Dampak selanjutnya adalah untuk mengurangi resiko ketidakpastian, eksportir cenderung hanya melakukan penimbunan komoditas terlebih dahulu. Namun, untuk melakukan penimbunan ditengah ketidakpastian dibutuhkan biaya dan modal yang besar sehingga banyak eksportir akhirnya tutup usaha.

Terkait dengan kondisi itu, menurut Komite II DPD, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakannya menetapkan BK kakao tersebut.

Untuk meminimalisir dampak penetapan BK kakao terhadap petani, DPD menyarankan agar BK tersebut perlu ditetapkan secara spesifik dengan tarif rendah dan dibayarkan dengan rupiah, semisal BK itu ditetapkan sebesar Rp500/kg sehingga ketentuan itu diharapkan menurunkan ketidakpastian resiko usaha yang dihadapi pedagang dan eksportir nasional.

Selanjutnya, dana BK yang terkumpul itu agar direlokasikan kembali ke petani kakao sehingga penurunan kesejahteraan petani kakao akibat adanya BK dapat ditekan.

(D011/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011