Sentani  (ANTARA News) - Fenomena alam batu payung atau Helaybhu dari bahasa Sentani, yang disertai pasir dan eceng gondok muncul di Danau Sentani tepatnya di depan Kampung Netar, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Selasa sejak pukul 05.00 WIT .

Informasi  yang  dihimpun, peristiwa itu terjadi kurang lebih 200 meter dari daratan. Pertama-tama batu yang menyerupai payung muncul ke permukaan, tapi hanya beberapa menit saja, kemudian digantikan dengan tanah bewarna coklat muda disertai rumput eceng gondok.

Tanah dan eceng gondok itu awalnya berkumpul, dan lama kelamaan terpisah-pisah, tetapi hanya satu arah saja yakni ke sebelah Utara Danau Sentani.

Menurut kepercayaan masyarakat Sentani, fenomena alam seperti ini selama puluhan tahun baru kali ini muncul lagi, sehingga tidak hanya menarik perhatian warga yang melintas, tapi juga penduduk yang ada di sekitar Danau Sentani.

"Kalau selama ini kami hanya mendengar orang tua cerita, hari ini baru kami menyaksikan bahwa sejarah itu memang ada," kata Maria Palo, yang ditemui di kediamannya di Kampung Netar, Selasa.

Ia mengatakan, menurut kepercayaan orang Sentani dari turun temurun, jika peristiwa seperti ini muncul di Danau Sentani, menandakan bahwa dalam waktu dekat ada Ondofolo/raja atau kepala suku dari suku tertentu akan meninggal.

Hal ini dibenarkan Ketua Adat Suku Sentani (DAS) Demas Tokoro. Menurut dia, peristiwa itu pertanda bahwa dalam waktu dekat salah satu Ondofolo atau kepala suku akan meninggal.

"Tanda-tanda itu memberikan isyarat bagi orang Sentani bahwa ada keturunan raja yang berhubungan dan mempunyai ikatan kuat dengan alam akan meninggal dalam waktu dekat," katanya.

Tapi, kata dia, peristiwa tersebut berbeda-beda, tergantung ondoafi dari suku mana di Sentani yang akan meninggal, misalnya dari Suku Eluay, awan yang menutupi Gunung Cycloop secara memanjang.

Menurut dia, alam memberikan isyarat bahwa ada orang besar yang berhubungan dengan dewa-dewa di dalam tanah akan meninggal.

Selama fenomena tersebut terjadi, sejumlah warga yang melintas dari dan ke Sentani berhenti untuk melihat dari dekat dan mengabadikan.

"Saya baru melihat fenomena seperti ini untuk pertama kalinya, jadi ingin mengabadikannya," kata Septinus Palo, salah satu warga yang mendiami bibir Danau Sentani.
(KR-HLM/H-KWR)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011