Port-au-Prince (ANTARA News) - Pemerintah Haiti, Selasa WIB, mengatakan telah mengeluarkan paspor baru untuk mantan presiden Jean-Bertrand Aristide yang memungkinkan dia bisa mengakhiri masa pengasingannya di Afrika Selatan, untuk kembali ke Haiti, demikian seorang pejabat resmi Haiti seperti dilaporkan AFP.

"Paspor itu dikeluarkan hari Senin (Selasa WIB). Semua formalitas sudah dilengkapi," kata pejabat yang menolak disebutkan identitasnya itu.

Salah seorang pengacara Aristide, Ira Kurzban, mengatakan dia belum menerima paspor tersebut.

"Kabarnya sudah (mengeluarkan paspor untuk Aristide), tapi mereka belum mengatakannya kepada saya," kata Kurzban kepada AFP dari Miami.  Saat ditanya apakah Aristide akan kembali ke Haiti secepatnya, dia menjawab, "Saya pikir kami semakin dekat, tetapi kami belum sampai sana."

Kabar  yang menambah keruwetan di negara yang tahun lalu diguncang gempa itu muncul menyusul demonstrasi 200 orang di ibukota Port-au-Prince yang menyerukan pengunduran diri Presiden Rene Preval.

"Preval, kembalikan kunci ke istana, misi Anda sudah berakhir," teriak mereka di depan istana kepresidenan, yang masih rusak ditimpa gempa bumi Januari 2010.

Preval sedianya mundur Senin, namun pemilihan presiden macet gara-gara tuduhan korupsi dan kecurangan pemilu yang menguntungkan pengganti yang disukainya.

Komisi pemilu Haiti, Kamis, memutuskan bahwa penyanyi populer Michel Martelly --dan bukan partai penguasa pimpinan Jude Celestin--- akan menghadapi mantan ibu negara Mirlande Manigat pada putaran kedua pemilu 20 Maret mendatang.

Preval yang mengesahkan undang-undang darurat tahun lalu dalam upaya memperpanjang mandatnya menyusul penundaan pemilu, kini berkata bahwa dia berencana tetap menjabat sebagai presiden hingga dilantiknya presiden dan pemerintahan baru.

Masih belum jelas apakah kembalinya Aristide yang datang begitu cepat setelah mantan diktator Jean-Claude "Baby Doc" Duvalier mengakhiri pengasingan selama dua dekade, mempengaruhi panggung politik Haiti.

Aristide tinggal di Afrika Selatan sejak 2004, dan dalam beberapa bulan ini berulangkali meminta diijinkan pulang ke negara Karibia itu, tetapi dia mengatakan tidak memiliki dokumen perjalanan karena paspornya sudah kadaluarsa.

Pemimpin Haiti pertama yang dipilih secara demokratis itu dipaksa melarikan diri di tengah pemberontakan setelah dua masa jabatan sebagai presiden. Aristide mengatakan dia ingin kembali untuk membantu bangsanya.

Mantan pendeta itu mengaku dipaksa mundur di bawah tekanan dari Amerika Serikat dan Perancis.

"Sejak kedatangan saya di Bumi Pertiwi enam setengah tahun lalu, rakyat Haiti tidak henti menyerukan kembalinya saya ke Haiti," katanya dalam pernyataan yang dikirm ke AFP bulan lalu.

"Sejauh saya perhatikan, saya siap. Sekali lagi saya mengungkapkan kesiapan saya untuk pergi hari ini, besok, kapan saja," kata Aristide.

Haiti mengalami kekacauan sejak gempa Januari 2010 yang menghancurkan negara miskin itu, membunuh 250.000 orang dan membuat 1,3 juta orang kehilangan tempat tinggalnya.

Bulan lalu, Duvalier yang kembali dua dekade setelah terguling oleh pemberontakan melawan pemerintahannya yang brutal, juga memicu ketegangan di negara yang bertahun-tahun diguncang pergolakan politik dan berdarah-darah.

Senin ini (Selasa WIB) menandai tepat 25 tahun sejak hari kepergian Duvalier ke luar negeri dengan menumpang pesawat angkatan udara AS dan menandari akhir sebuah kediktatoran yang terkenal korup dan boros.(*)  ENY

Penerjemah:
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2011