Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Kadir Karding mengatakan, DPR RI akan mendorong penguatan landasan hukum terhadap kerukunan umat beragama dalam bentuk undang-undang guna mengantisipasi munculnya tindak kekerasan yang terkait dengan kerukunan umat beragama.

"SKB (surat keputusan bersama) tiga menteri belum kuat untuk menjadi landasan hukum bagi kerukunan umat beragama," kata Abdul Kadir Karding menjelang rapat kerja dengan Menteri Agama dan Kapolri di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu malam.

Menurut Abdul Kadir Karding, SKB tiga menteri itu memiliki kelemahan untuk mengakomodasi kerukunan umat beragama.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa( PKB) ini mencontohkan, pada diktum dua SKB tiga menteri menyebutkan, memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya, seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.

"Pada diktum ini ada kelemahan pengakuan terhadap agama," katanya.

Menurut dia, Komisi VIII DPR RI akan mendorong agar SKB tiga menteri ini digantikan dengan landasan hukum yang lebih kuat yakni UU tentang Kerukunan Umat Beragama (KUB).

Apalagi, kata dia, pada program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2011 sudah diagendakan, pembahasan RUU tentang KUB yang merupakan hak inisiatif DPR RI.

"Jika RUU ini nantinya diundangkan maka akan menjadi landasan hukum yang kuat dan bisa mengakomodasi semua kerukunan umat beragama," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Karding juga mempertanyakan, mengapa masih terjadi tindak kekerasan terhadap umat beragama di Pandeglang, Banten, dan di Temanggung, Jawa Tengah.

"Bagaimana komitmen negara dalam menerapkan prinsip saling menghargai perbedaan dalam kehidupan beragama di tengah masyarakat," katanya.

Menurut dia, ada dua langkah penanganan yang harus diambil dalam menyikapi persoalan tindak kekerasan terhadap umat beragama, yakni penanganan jangka pendek dan jangka panjang.

Penanganan jangka pendek, kata dia, harus menempuh upaya damai dengan pendekatan persuasif.

"Tidak boleh ada kekerasan atas nama apa pun terhadap warga negara. Negara harus melindungi mereka dalam perbedaan keyakinan, agama, atau apa pun," ungkapnya.

Kemudian, penanganan jangka panjang, kata dia, negara harus mengevaluasi cara penanganan terhadap tindak kekerasan yang terjadi karena adanya perbedaan.

Masyarakat, kata dia, harus diberi pemahaman, untuk bertoleransi dan menghargai adanya perbedaan dengan melakukan dialog secara persuasif.(*)

(T.R024/R010)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011