"Sudah ada yang mau ambil. Doakan saja," ujar Danny di Mimika Sport Complex, Mimika, Rabu.
Menurut dia, kompetisi putri mendesak untuk digelar demi memberikan kesempatan bagi atlet-atlet perempuan untuk mengembangkan diri.
Apalagi, turnamen bola basket putri sebelumnya, yaitu Srikandi Cup, sudah vakum sejak 2020 karena pandemi COVID-19.
Baca juga: Perbasi akan gelar liga bola basket 3x3 profesional
Pentingnya kompetisi putri juga terlihat di PON XX Papua. Dalam gelaran tersebut, Sulawesi Selatan dan Bali tampil mengejutkan dengan masing-masing meraih peringkat empat serta medali perak untuk pertama kalinya sepanjang keikutsertaan mereka di PON.
Akan tetapi, Danny mengingatkan mayoritas pemain Sulawesi Selatan dan Bali diasah kemampuannya dalam kompetisi nasional.
"Jadi memang liga putri ini mesti terus dikembangkan," tutur pria berusia 66 tahun itu.
Ia juga menyebut bahwa pengelolaan liga putri itu nantinya diserahkan kepada perusahaan operator. Perbasi pun dipastikan tidak akan menggunakan nama Srikandi Cup untuk kompetisi tersebut.
"Kami memakai nama liga putri," kata Danny.
Baca juga: Perbasi: pemain terbaik 3x3 berpotensi ke tim nasional
Sejarah kompetisi bola basket putri di Indonesia dimulai pada 1990-an, di mana Perbasi menggulirkan Kompetisi Bola Basket Utama Wanita (Kobanita) yang sempat dinonaktifkan pada 1992 lalu dilaksanakan lagi pada 1996. Kobanita bertahan sampai 2008.
Sekitar tiga tahun kemudian, pada 2011, dimulai Liga Bola Basket Wanita Nasional (WNBL) Indonesia. WNBL memainkan musim terakhirnya pada 2014-2015.
Lalu berlanjut dengan keberadaan Women Indonesia Basketball League (WIBL) yang edisi pertama sekaligus terakhirnya dilangsungkan pada 2016.
Terakhir, muncullah Srikandi Cup pada 2017. Turnamen ini dikelola dan dijalankan secara kolektif oleh klub-klub peserta secara mandiri.
Baca juga: Perbasi berencana gelar kejuaraan nasional setelah PON Papua
Baca juga: PON Papua ajang cari talenta berbakat basket 3x3
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2021