Bangkok (ANTARA News) - Thailand akan mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) bahwa pihaknya dia tidak memerlukan mediasi pihak luar untuk memecahkan konflik perbatasan dengan Kamboja, kata PM Abhisit Vejjajiva Minggu.

Dia mengatakan, Thailand yakin bahwa konflik itu bisa menjadi kasus utama di pertemuan tertutup DK PBB di New York, pada Senin, untuk menunjukkan bahwa Phnom Penh memicu terjadinya kebuntuan atas sengketa wilayah yang telah menyebabkan delapan orang tewas itu.

"Kami yakin kami dapat menjelaskan bahwa (klaim Kamboja) adalah salah," katanya dalam pidato televisi mingguan."Kamboja menyerukan (intervensi oleh) negara ketiga, PBB dan pasukan penjaga perdamaian sedangkanThailand akan mengimbau untuk kembali ke pembicaraan bilateral di garis perbatasan," katanya.

Thailand akan menyajikan bukti, termasuk gambar dan laporan media untuk mendukung kasus itu, dan menunjukkan bahwa Kamboja menggunakan sebuah kuil kuno yang disengketakan itu sebagai pangkalan militer, katanya menambahkan.

Menteri Luar Negeri Thailand, Kasit Piromya, akan menghadiri sidang Dewan Keamanan pada Senin, bersama dengan timpalannya dari Kamboja Hor Namhong.

Thailand dan Kamboja telah saling menyalahkan atas terjadinya bentrokan di sekitar kuil kuno Preah Vihear, yang memicu pertempuran empat hari sebelumnya, pada bulan ini.

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen meminta pertemuan mendesak Dewan Keamanan dan menyerukan badan penyangga PBB itu untuk diletakkan pada tempatnya.

Thailand telah berulang kali mengatakan sengketa tersebut harus diselesaikan antara kedua negara, namun Phnom Penh berpendapat lain.

Sebelumnya, Thailand juga menolak usulan kunjungan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Kebudayaan (UNESCO) untuk memeriksa kuil kuno di pusat perbatasan tempat terjadinya baku tembak dengan Kamboja, kata pejabat pemerintah, Kamis.

"Karena situasi saat ini di perbatasan, kami yakin bahwa misi UNESCO bukanlah tindakan yang tepat dan dapat memperumit masalah," kata juru bicara kementerian luar negeri Thailand Thani Thongphakdi.

"Namun bila UNESCO ingin untuk mengunjungi kuil, mereka harus mendapatkan persetujuan dari Thailand karena misi tersebut akan masuk lewat daerah yang berada di bawah kedaulatan kami," katanya kepada AFP.

Kuil Preah Vihear yang dibangun pada abad ke-11 sebagai penghormatan untuk dewa umat Hindu, Siwa, menjadi sumber perselisihan antara Thailand dan Kamboja sejak kuil itu mendapat status Warisan Dunia pada Juli 2008.

Pengadilan Dunia pada 1962 mengatur bahwa bangunan tinggi tersebut diberikan kepada Kamboja namun kedua negara mengklaim kepemilikan daerah di sekitarnya seluas 4,6 kilometer persegi.

Kamboja pada Minggu mengatkan bahwa satu bagian dari Preah Vihear telah runtuh karena tembakan peluru Thailand.

Fotografer AFP yang mengunjungi tempat tersebut pada hari keempat setelah baku tembak di kawasan perbatasan tersebut mengatakan bahwa pecahan tembakan meriam dan artileri tampak menggores kuil itu namun tidak ada kerusakan bangunan yang berarti.

UNESCO pada Selasa mengatakan pihaknya merencanakan suatu misi ke kawasan itu "secepat mungkin" untuk memberikan menilai keadaan candi yang paling dipuja sebagai contoh arsitektur kuno Khmer selain candi Kamboja Angkor Wat.
(H-AK/H-RN)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011