Baghdad (ANTARA News) - Irak telah menunda rencana pembelian 18 pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat tahun ini dan dialihkan dananya makan orang miskin, kata seorang pejabat Senin, di tengah meningkatnya protes yang terinspirasi oleh pemberontakan di Mesir dan Tunisia.

"Kontrak F-16 telah ditunda tahun ini dan uang tersebut telah dialihkan untuk meningkatkan jatah makanan untuk penduduk miskin," juru bicara pemerintah miskin Ali Dabbagh mengatakan kepada AFP.

"Dalam rancangan anggaran baru untuk 2011 yang disampaikan kepada kami, 900 juta dolar AS yang dialokasikan untuk pembelian F-16 akan digunakan untuk membiayai jatah makanan dan manfaat sosial," tegas Mohammed Khalil, seorang anggota parlemen Kurdi yang merupakan anggota komite keuangan parlemen.

"Kami harus membuat pilihan karena defisit anggaran," tambahnya.

Tahun ini rancangan anggaran belanja proyek-proyek 81,86 miliar dolar dan pendapatan 68,56 miliar dolar meninggalkan defisit 13,3 miliar dolar.

Dalam wawancara dengan AFP bulan ini Perdana Menteri Nuri al-Maliki mengatakan bahwa enam juta warga Irak memiliki izin jatah makanan, mereka berhak atas subsidi penuh. Dia mengatakan pemerintaha akan meningkatkan jumlah belanja jatah makanan bagi yang membutuhkan dari tiga miliar dolar menjadi empat miliar.

Selama lebih dari setahun, Irak telah terlibat dalam pembicaraan dengan Amerika Serikat untuk pengadaan pesawat tempur F-16 untuk melindungi wilayah udara setelah rencana keberangkatan pasukan AS pada akhir tahun ini.

Brigadir Jenderal Jeffrey Buchanan, juru bicara pasukan AS di Irak, mengatakan kepada AFP bulan ini bahwa paket penuh kesepakatan F-16 senilai tiga miliar dolar, dan versi yang ditawarkan adalah model Block 52.

"Nilai jangka panjang penawaran untuk 18 pesawat adalah tiga miliar dolar, termasuk pesawat terbang, amunisi, suku cadang, pelatihan dan segala sesuatu yang lain, termasuk avionik dan elektronik," kata Buchanan.

Protes atas pengiriman jatah yang tak teratur dan kekurangan pelayanan dasar seperti listrik telah memicu protes di seluruh Irak yang telah meningkat sejak pemberontakan di Tunisia dan Mesir menggulingkan kediktatoran yang bercokol di negara itu. (A026/M012/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011