Jakarta (ANTARA News) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai sudah meninggalkan semangat "Pan Islamisme" atau kesatuan Islam yang melintasi batas negara dan bangsa serta memupus anggapan mempersepsikan bahwa PKS identik Islam Timur Tengah.

Sebaliknya, kini PKS yang sudah menjadi partai terbuka lebih mendekati nilai-nilai kultural atau tradisi lokal ke-Indonesiaan, kata Pengamat Politik LIPI Fachri Ali, di Jakarta, Minggu.

Fachri Ali menilai, wajar jika sebelumnya PKS tidak menjejakkan kesadaran politik mereka pada sejarah Indonesia. Terbukti, dulu mereka tidak terlalu peduli terhadap nilai dan budaya Indonesia. "Tapi sekarang, paradigma PKS sudah berubah. Mereka mulai berdekatan dengan nilai-nilai dan tradisi lokal. Buktinya, mereka menggelar Munas di Bali lalu menghelat Mukernas di Yogya. Itu bukti," ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, Mukernas PKS pada 24-27 Februari 2011 dilaksanakan di Yogyakarta dan rencananya yang membuka Rakernas serta memberikan sambutan adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X (HBX). "Artinya, sudah terjadi pembalikan kesadaran berpolitik di internal PKS. Dan ini merupakan cara sistematis yang baik untuk menunjukkan ke-Indonesiaan PKS," kata Fachri.

Perubahan itu, katanya, didasari oleh strategi politik. Mungkin, PKS sudah ancang-ancang untuk meninggalkan jargon sebagai partai dakwah. Karena yang terpenting, bagaimana partai bisa terus berkembang.

"Apa yang mereka lakukan hari ini karena mereka sudah ada di lingkar kekuasaan. Berbeda dengan dulu saat PKS masih hanya sebagai kekuatan pinggiran," ungkap Fachri.

Pengamat politik yang juga cendekiawan muslim UIN Syarif Hidayatullah, Prof Dr Bachtiar Effendi menyatakan sebagai sebuah partai, kini PKS semakin matang dan dewasa dalam berpolitik. Itu terlihat dari pilihan sikap PKS menjadi partai terbuka dan mulai menunjukkan ke-Indonesiaannya. "PKS semakin lama semakin dewasa, karena mulai menyadari bagaimana konteks politik dalam bingkai ke-Indonesiaan," katanya.

Sebab, kata Bachtiar, pada tahun 1999 dan 2004, PKS belum seperti ini. Kala itu, identitas basis tradisional PKS yang lebih menonjol dibanding mengusung nilai-nilai ke-Indonesiaan.

"Tapi sekarang sudah berubah. PKS mulai melakukan ’pribumisasi’ dengan memunculkan nilai-nilai ke-Indonesiaan dalam berpolitik. Itu yang saya maksud PKS semakin matang dan dewasa," katanya.

Sementara itu, pengamat politik Alfan Alfian melihat sudah ada upaya dari elit-elit PKS bahwa mereka entitas politik yang tidak eksklusif. Sehingga mau menerima masukan-masukan dari eksternal partai.

"Tak hanya itu, mereka juga menunjukkan tidak lagi bernuansa transnasional tapi lebih mengedepankan nilai kultural Indonesia. Dan itu terlihat dari penampilan fisik maupun materi pemikiran dua tokoh PKS, Anis Matta dan Fachri Hamzah," jelas Alfan.

Alfan mengatakan, sejak Munas di Bali PKS sudah menjadi partai terbuka. Dilanjutkan dengan pertemuan di Ritz Carlton yang kembali menegaskan hal itu. "Terakhir, menjelang Mukernas di Yogya sekarang ini. PKS kembali menegaskan dirinya terbuka, bukan partai Islam yang eksklusif tapi inklusif dan mengakomodasi kalangan non muslim. Karena itu, PKS sudah tidak ragu merangkul simbol-simbol daerah," demikian Alfan Alfian.(*)
(R009/K004)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011