Surabaya (ANTARA News) - Rapat paripurna DPRD Surabaya dengan agenda pencabutan SK DPRD Nomor 2 Tahun 2011 tentang kesimpulan Pansus Hak Angket Perwali 56 dan 57 Tahun 2010 DPRD Surabaya berupa penonaktifan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang digelar di gedung DPRD setempat, Selasa, sempat diwarnai kericuhan.

Kericuhan bermula ketika pimpinan rapat paripurna yakni Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana menyebut alasan pencabutan SK tersebut karena ada tiga fraksi dan satu partai mengirimkan surat kepada pimpinan DPRD Surabaya untuk mencabut rekomendasi pemakzulan wali kota Surabaya yang dikemukakan dalam Paripurna 31 Januari 2011.

Tiga fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) serta Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan satu partai yaitu Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang tergabung dalam Fraksi Amanat Kebangkitan Indonesia Raya (Fapkindo).

"Alasan lain adalah surat Gubernur Jatim tanggal 16 Februari dengan Nomor 131/2059/011/2011 yang menyatakan Perwali 56 dan 57 tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame yang dijadikan dasar pengajuan hak angket di DPRD sudah dicabut dan diganti dengan Perwali 70 dan 71," kata Wishnu.

Menurut Gubernur, lanjut dia, karena kedua Perwali yang dijadikan lasan Hak Angket telah dicabut dan digantikan maka tidak bisa dijadikan objek penggunaan Hak Angket. Selain itu Gubernur dalam suratnya di poin 5 juga menyatakan penggunaan hak angket seharusnya berakhir pada pernyataan pendapat DPRD Kota Surabaya, bukan rekomendasi pemberhentian wali kota.

Namun pada kesempatan itu, sejumlah interupsi bermunculan, satu di antaranya dari anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya Erick Reginal Tahalele. Dengan tegas Erick meminta penjelasan dengan jelas tentang surat pencabutan dukungan rekomendasi pemakzulan dari tiga fraksi dan satu partai yang disebutkan sebagai alasan parpurna pencabutan.

"Apakah surat fraksi itu memuat permintaan pembatalan hasil Paripurna tanggal 31 Januari?," tanya Erick.

Selain itu, lanjut dia, dasar pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yakni rapat badan musyawarah (banmus) DPRD Surabaya yang beranggotakan lintas fraksi sama sekali tidak memenuhi quorum.

Hal sama juga diungkapkan Adies Kadir. Dalam rapat Banmus tidak pernah disebutkan dan diperlihat surat-surat pencabutan dukungan rekomendasi pemakzulan wali kota dari fraksi yang disebutkan.

Menurut Adies dalam surat Gubernur juga tidak disebutkan tidak mennyebut pembatalan kembali SK DPRD tanggal 31 Januari 2011. Selain itu menurut Adies menurut PP16/2011 tentang Susunan dan Kedudukan untuk mencabut keputusan DPRD bisa dilakukan dengan penggunaan hak menyatakan pendapat fraksi.

Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Masduki Toha dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) yang juga anggota Bamus. Menurut Masduki seharusnya ada sebuah panitia khusus yang membahas pencabutan SK DPRD Surabaya no 2/2011 yang kemudian diputuskan melalui paripurna berdasarkan pandangan masing-masing fraksi yang ada.

Suasana di rapat paripurna DPRD semakin memanas karena Ketua DPRD Surabaya dinilai sejumlah anggota DPRD terkesan arogan dengan tidak mengindahkan interupsi dan memotong tanggapan anggota DPRD yang mengajukan pendapat.

Bahkan Masduki sempat emosi karena ulah dari anggota Fraksi PD Agus Santoso yang meminta agar mengutarakan pendapat dengan sopan. "Kalau mau bicara yang sopan," kata Agus memotong pembicaraan Masduki.

Merasa dilecehkan, Masduki terlihat emosi dan berdiri dari kursinya sambil mengacungkan jarinya ke Agus. "Cocotmu itu dijaga (bicaramu dijaga). Kami hanya minta pencabutan ini sesuai dengan mekanisme. Jika mau mencabut pansus harus dihidupkan lagi," katanya.

Namun semua protes dan interpsi dari anggota DPRD Surabaya tidak diindahkan Ketua DPRD, melainkan meminta Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Surabaya Hari Sulistiyowati untuk membacakan berita acara pencabutan dukungan.

Saat pembacaan berita acara, suasana menjadi ramai karena ada anggota DPRD Surabaya melantunkan Sholawat Nabi.

(A052/S0267)



Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011