Serang (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (Golkar), Aburizal Bakrie, mengatakan bahwa di era demokrasi dan masa keterbukaan seperti saat ini tidak baik ada ancam-mengancam.

"Tidak baik ancam-mengancam begitu," katanya kepada wartawan menanggapi polemik ancaman Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam kepada sejumlah media usai panen raya Program Demplot Pupuk Organik Biodekomposer di Desa Kubang Puji, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, Rabu.

Ical, demikian nama panggilan Aburizal, yakin Dipo Alam tidak bermaksud menyampaikan ancaman sekeras itu.

Ia justru menduga Dipo Alam hanya selip lidah (slip of the tongue) saja.

"Saya kira itu slip of the tongue," katanya. Ia menilai, ancaman tidak cocok di zaman sekarang.

Sementara itu, Komisi II DPR RI menyayangkan pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang mengancam memboikot tidak memberi akses informasi dan iklan terhadap media massa yang pemberitaaannya mengkritisi pemerintah.

"Pernyataan bapak mengenai boikot media massa adalah suatu hal yang aneh, karena media massa adalah salah satu pilar demokrasi di Indonesia," kata anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut dikatakan pada rapat dengar pendapat dengan Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto di Gedung DPR RI, Jakarta.

Menurut Nurul Arifin, apa yang dikatakan Dipo Alam soal boikot media massa adalah tidak lazim karena dilakukan oleh instrumen pemerintah.

Pemberitaan media massa yang mengkritisi pemerintah, menurut dia, merupakan kritik membangun sebagai kontrol sosial, kenapa pemerintah malah marah.

"Bersyukur masih ada media massa yang kritis. Bagi saya media massa adalah institusi yang dipercaya publik," katanya.

Nurul Arifin juga mengkritisi pernyataan Dipo Alam yang seolah-olah memprosisikan diri sebagai juru bicara Presiden.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, menegaskan, tidak benar jika dirinya ingin membungkam kebebasan pers dan membungkam demokrasi.

"Sekarang banyak media massa yang menjelek-jelekan pemerintah. Saya tidak mengatakan mengkritik pemerintah, karena menjelek-jelekan pemerintah berbeda dengan mengkritik pemerintah," katanya.

Menurut dia, pemerintah tidak anti kritik, pemerintah bisa menerima kritik dari siapapun.

Dipo Alam menambahkan, dirinya sudah mempelajari Undang-Undang (UU) Nomor 40/1999 tentang Pers, dn UU Nomor 3/2002 tentang Penyiaran, serta kode etik jurnalistik, meskipun hanya sebagian.

Wartawan dalam menjalankan tugasnya, kata dia, selalu menguji informasi dan menyajikan berita secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas-asas praduga tidak bersalah. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2011