Tripoli (ANTARA News) - Pemimpin Libya Moamer Kadhafi hari Jumat meminta massa pendukungnya di Lapangan Hijau di Tripoli pusat untuk "bersiap-siap mempertahankan Libya".

Kadhafi mengatakan kepada massa yang riuh dari atap sebuah bangunan bahwa jika perlu, persenjataan akan diberikan untuk mempersenjatai orang-orangnya dalam perang, demikian AFP melaporkan.

Gambar di televisi pemerintah menunjukkan pemimpin Libya itu berulang kali mengangkat tangannya dan mengacungkan tinjunya selama kemunculan singkatnya sambil berteriak bahwa rakyat Libya "mencintai Kadhafi".

"Kita akan berperang dan kita akan mengalahkan mereka," kata Kadhafi, yang diapit oleh sejumlah pembantunya.

Ratusan orang, termasuk pemuda dan wanita, bersorak-sorai dan mengangkat foto penguasa Libya itu dalam demonstrasi dukungan hingar-bingar yang terus berlangsung setelah Kadhafi pergi. Beberapa dari mereka membawa bendera hijau negara itu.

"Kehidupan tanpa martabat tidak memiliki nilai, kehidupan tanpa bendera hijau tidak memiliki nilai," kata Kadhafi kepada mereka. "Bernyanyi, menari dan siapkan diri kalian."

Beberapa dari massa meneriakkan "Tuhan, Moamer, Libya, itu saja".

Sebelum kemunculan Kadhafi, seorang pria dengan megafon berteriak kepada massa, "Anda cinta Libya, anda cinta pemimpin, maka bela mereka."

"Kita punya saluran satelit luar negeri. tunjukkan kepada mereka bahwa anda mencintai Kadhafi," tambah pria itu.

Hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi sejak pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada 15 Februari.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara Perdana Menteri Ahmed Shafiq.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011