Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan saat ini ada tiga importir film yang diduga telah menunggak royalti kepada pemerintah senilai Rp31 miliar beserta denda.

"Ketika dilakukan audit berdasarkan UU kepabeanan, ternyata dalam dua tahun terakhir ada tiga perusahaan importir film yang belum membayarkan royalti kira-kira Rp31 miliar belum termasuk denda," ujarnya di Jakarta, Senin.

Menkeu tidak mengatakan importir film mana sajakah yang belum membayar kewajiban bea royalti tersebut kepada pemerintah.

Menurut dia, selama ini dalam mengimpor film dan berdasarkan UU nomor 10 tahun 1995 yang telah diubah dengan UU nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan, importir dikenakan bea masuk, pajak penghasilan pasal 22 serta pajak pertambahan nilai.

Namun, ia menambahkan masih ada biaya atau nilai berupa royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai oleh importir.

Royalti dan biaya lisensi tersebut harus harus dibayar sepanjang belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.

"Sejak UU tahun 1995, banyak komponen royalti tidak dibayar, karena kalau film itu diputar dan dieksploitasi ada pembayaran royalti berupa PPh 26 dan PPN. Itu mesti dijaga, jadi bukan hanya (membayar) atas kopi film secara fisik," ujarnya.

Ia mengatakan sejak UU tahun 1995 dan pemberlakuan UU tahun 2006, kewajiban tersebut tidak pernah terwujud, apalagi jumlah Rp31 miliar beserta denda hanya merupakan angka yang berasal dari audit dalam dua tahun terakhir.

"Komponen royalti sejak 1995 tidak pernah selesai kewajibannya. Kita tegaskan itu komponen yang harus dipatuhi," ujarnya.

Menkeu mencontohkan di Thailand para importir film membayar hanya bea masuk untuk 50 kopi film sebesar Rp1,5 miliar, namun di Indonesia dengan 50 kopi film yang sama, importir telah membayar bea masuk, pajak penghasilan pasal 22 plus pajak pertambahan hanya senilai Rp100 juta.

"Kita tetapkan dulu aturannya sebelum membuat iklim persaingan yang sehat. Dan harus ada kesetaraan, pemerintah bukan menjamin peraturan ini sukses atau tidak namun ada asas kesetaraan, agar kita bisa menyegarkan film nasional dan film impor bisa masuk sesuai ketentuan," ujarnya.

Ia menyatakan dengan kompetisi yang sehat secara tidak langsung ada upaya bagi para insan film nasional untuk membuat film yang lebih berkualitas.

"Kita ingin menegakkan aturan dan kalau diberlakukan memang nanti ada penurunan dulu dan setelah itu bangkit. Yang penting impor film kalau film tersebut jelek, ada risiko tidak akan laku. Tapi kalau murah (royaltinya), habis pasar film Indonesia," ujarnya.

Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata menambahkan hasil audit berdasarkan UU kepabeanan mempunyai kekuatan hukum dan tiga importir film diberikan waktu selama 60 hari untuk melunasi kewajiban royalti beserta denda sebesar 100 hingga 1000 persen.

Menurut dia, Ditjen Bea dan Cukai telah memberikan surat tagihan mulai 12 Januari hingga batas akhir 12 Maret untuk membayar serta melakukan banding, dan setelah itu akan dilakukan penagihan secara aktif.

"Kalau tetap tidak mau membayar, akan dilakukan pemblokiran dan mereka tidak boleh melakukan kegiatan impor film serta paksaan untuk dilakukan penyitaan terhadap aset-aset importir untuk membayar utangnya," ujar Thomas. (S034/T010/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011