Ambon (ANTARA News) - Dua peleton polisi dkerahkan untuk mengamankan pemblokiran jalan di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, sejak Selasa (1/3) terkait  aksi protes warga setempat terhadap Bupati Abdullah Tuasikal.

Kabid Humas Polda Maluku, AKBP Johanis Huwae, ketika dikonfirmasi ANTARA, di Ambon, Rabu, mengatakan, dua peleton tersebut dikerahkan dari Polres Pulau Ambon dan Pulau - Pulau Lease.

Pengerahan polisi dilakukan untuk menindaklanjuti laporan Raja (Kepala Desa) Tulehu,John Saleh Ohorella dan Saniri ( pemangku adat) setempat kepada Kapolda, Brigjen Pol.Syarif Gunawan pada 25 Februari bahwa Bupati Tuasikal membekukan Saniri Tulehu.

Pembekuan Saniri Tulehu dilakukan karena Bupati Tuasikal tidak mengakui John Ohorella sebagai Raja setempat sebagai hasil musyawarah adat yang dikukuhkan pada 27 Januari 2011 dengan alasan prosesnya melanggar peraturan daerah(perda).

AKBP Huwae mengatakan warga Tulehu memblokir jalan sepanjang 500 meter dan merusak kantor Camat Salahutu,pada Selasa karena tersulut emosi terhadap pernyataan Bupati Tuasikal yang menuding mereka melakukan perbuatan makar.

"Saya di kantor Camat Salahutu hingga Selasa malam dan warga Tulehu mendesak Bupati Tuasikal mengklarifikasi pernyataannya dan melantik John Ohorella sebagai Raja. Bila tidak, maka jalan tetap diblokir, selanjutnya mempertimbangkan proses hukum," ujarnya.

Huwae belum bisa menjelaskan apakah pengrusakan kantor Camat Salahutu itu akan diproses hukum atau tidak .

"Terpenting ada kemauan Pemprov Maluku memfasilitasi penyelesaian masalah warga Tulehu dan Bupati Tuasikal sehingga pemblokiran jalan bisa dibuka," katanya.

Raja Tulehu, John Ohorella menegaskan pemblokiran jalan terpaksa dilakukan karena Bupati Tuasikal telah melecehkan adat setempat sehingga masyarakat menjadi marah.

"Kami sebenarnya pada Rabu (2/3) pagi telah memperpendek pemblokiran jalan hanya 20 meter, tapi kehadiran Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Tata Pemerintahan Pemprov Maluku, Michael Rumajak yang mengarahkan penyelesaian masalah di kantor Gubernur Maluku ternyata kembali menyulut emosi pemuda dan mengancam raja dan saniri tidak boleh tinggalkan Tulehu," tegasnya.

Ohorella mengakui berdasarkan musyawarah di "Baileo" ( rumah adat) diputuskan penyelesaian masalah dengan Bupati Tuasikal harus dilaksanakan di Tulehu.

"Saya juga tidak bisa meninggalkan Tulehu karena ribuan warga , baik pria maupun perempuan masih di jalan sehingga harus dijaga agar tidak menghambat warga lainnya tujuan ke pulau Haruku, Nusalaut, Saparua dan Seram yang terpaksa harus jalan kaki," ujarnya.

Sementara itu, Plt Asisten Tata Pemerintahan Pemprov Maluku, Michael Rumajak mengatakan Gubernur Karel Albert Ralahalu siap memfasilitasi warga Tulehu dengan Bupati Tuasikal untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Kami minta pengertian warga Tulehu agar penyelesaiannya di kantor Gubernur Maluku dan pemblokiran jalan dibuka karena menghambat akses transportasi ke daerah lainnya di Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur," katanya.

Pada kesempatan lain, Bupati Tuasikal membantah mengeluarkan pernyataan yang menuding warga Tulehu melakukan perbuatan makar.

"Silahkan proses hukum, baik ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun institusi penegakkan hukum lain," ujarnya.

(L005/A011/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011