Khost, Afghanistan (ANTARA News) - Duabelas warga sipil tewas dalam ledakan bom pinggir jalan di sebuah daerah yang makin bergolak di Afghanistan tenggara, Minggu, kata seorang gubernur provinsi.

Dua wanita dan lima anak termasuk diantara mereka yang tewas dalam ledakan itu, yang terjadi di distrik Waza Khwa di provinsi Paktika, kata Gubernur Paktika Mohebullah Sameem, demikian Reuters melaporkan.

"Orang-orang itu datang dari Pakistan ketika kendaraan mereka terkena ledakan bom pinggir jalan," kata Sameem.

Ia menuduh pemboman itu dilakukan oleh "musuh-musuh perdamaian yang sekali lagi menunjukkan wajah tirani mereka ke publik".

Para pejabat Afghanistan menggunakan istilah itu untuk menunjuk pada Taliban dan gerilyawan lain yang mengobarkan kekerasan berdarah yang meningkat dalam upaya menggulingkan pemerintah Presiden Hamid Karzai dukungan AS.

Bom biasanya dipasang gerilyawan di jalan umum dan lebih sering menewaskan warga sipil ketimbang sasaran militer yang mereka tuju. Serangan serupa pada 26 Februari menewaskan sembilan warga sipil di provinsi Khost yang berbatasan dengan Paktika.

Ledakan Minggu itu terjadi setelah serangkaian serangan militan dan operasi militer pasukan asing yang menewaskan puluhan warga sipil.

Sembilan anak tewas dalam serangan udara Selasa oleh helikopter koalisi di provinsi Kunar, Afghanistan timur.

Serangan itu ditujukan pada gerilyawan yang menyerang pos militer namun salah sasaran mengenai anak-anak, menurut beberapa pejabat militer.

Karzai mengutuk pembunuhan itu dan Presiden AS Barack Obama serta Jendral David Petraeus, panglima pasukan koalisi pimpinan AS di Afghanistan, meminta maaf atas insiden tersebut.

Karzai mengatakan, masalah kematian sipil telah mengikis dukungan rakyat bagi pemerintahnya yang didukung Barat.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Pemimpin Taliban Mullah Omar telah menyatakan, pihaknya akan meningkatkan serangan taktis terhadap pasukan koalisi untuk memerangkap musuh dalam perang yang melelahkan dan mengusir mereka seperti pasukan eks-Uni Sovyet.

Saat ini terdapat lebih dari 150.000 prajurit yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi gerilyawan Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011