Mamuju (ANTARA News) - Harga kedelai di sejumlah pasaran di Kota Mamuju, Sulawesi Barat, mengalami kenaikan karena petani gagal panen.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulbar, Supriyatno, di Mamuju, Minggu, mengakui harga kedelai naik di pasar karena diakibatkan petani kedelai gagal panen.

Ia mengatakan stok kedelai yang dimiliki pedagang sangat kurang karena pasokan kedelai petani juga kurang karena panen kedelai petani mengalami kegagalan.

"Karena stok kedelai petani kurang akibat mereka gagal panen membuat kedelai langka di pasar, sehingga pedagang menaikkan harganya sesuai hukum pasar," katanya.

Menurut dia, curah hujan yang tinggi di sejumlah wilayah Sulbar akibat fenomena badai Lanina yang melanda sulbar sejak bulan Oktober tahun 2010 membuat tanaman kedelai petani mengalami kerusakan, sehingga produksinya turun itulah sebabnya sejumlah petani mengalami gagal panen.

Oleh karena itu, ia mengatakan, naiknya harga kedelai di pasar kota Mamuju bukan karena adanya spekulan yang mempermainkan harga misalnya distributor yang mencari keuntungan tetapi karena peristiwa alam yang tidak dapat dihindari.

Ia mengatakan, naiknya harga kedelai di pasar dari harga Rp5000 per Kilogram menjadi Rp6000 per kilogram mengakibatkan masyarakat sulit menjangkaunya, khususnya penjual makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai.

"Pedagang kaki lima yang menjual tempe dan tahu goreng paling merasakan dampaknya karena modal usaha mereka tergerus atau membengkak, sementara harga jualannya tidak dinaikkan. Bahkan, masyarakat juga sulit memenuhi kebutuhan makanan, seperti tahu dan tempe, yang disukai masyarakat karena dianggap bergizi akibat harga kedelai yang mengalami kenaikan itu," katanya.

Ia mengaku pemerintah sangat memahami posisi masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan makan karena naiknya harga kedelai.

Namun ia mengatakan, pemerintah sulit melakukan pengendalian karena naiknya kedelai murni karena peristiwa alam.

"Naiknya harga kedelai ini akan teratasi setelah petani kedelai melakukan panen berikutnya. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dan diharapkan bisa memahami kondisi alam," katanya. (MFH/A027/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011