Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menyayangkan model pembangunan infrastruktur di Indonesia yang masih mengadopsi paradigma proyek dan tidak berpijak pada realitas di masyarakat.

Saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Pembangunan Infrastruktur Transportasi Untuk Kesejahteraan Rakyat di Gedung DPR Jakarta, mantan presiden itu menjelaskan bahwa berbagai pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan sifatnya hanya menunggu.

Jika pendanaannya belum ada, kata Mega, maka pembangunannya juga belum dilaksanakan sehingga akhirnya kepentingan rakyat pula yang dikorbankan.

"Pembangunan sifatnya menunggu. Kalau tidak ada dananya maka semuanya juga tidak bergerak," ujarnya. Padahal, Megawati melanjutkan, seharusnya apa yang bisa dilakukan, ya harus dikerjakan dan nanti pasti ada jalan keluar atas berbagai kendala yang dijumpai sambil semuanya dijalankan.

Lebih lanjut Megawati mencontohkan keberhasilan RRC membangun negaranya hingga menjadi super power baru di dunia, pada awalnya hanya bermodalkan kemampuan dari dirinya sendiri dan semangat untuk maju.

"Saat negara itu (RRC) menutup diri, pembangunan di berbagai aspek dilaksanakan tanpa harus menunggu investor asing masuk. Hasil model kerja bangsa China yang luar biasa itu sekarang sudah terlihat nyata," ujarnya.

Sementara untuk bangsa Indonesia, cara berfikir bangsa dan pemerintahnya yang pragmatis, akhirnya membuat daerah - daerah terpencil seperti di kawasan timur Indonesia pembangunannya semakin jauh tertinggal.

Hal yang menggelisahkan lagi, ujar Mega, berbagai pembangunan yang dilaksanakan terkait infrastruktur pendukung kesejahteraan rakyat tersebut seringkali tidak berpijak pada realita.

Misalnya saja infrastruktur transportasi yang dibangun untuk kawasan timur indonesia seperti di Papua, mengapa jalan darat yang harus diprioritaskan, sementara akan jauh lebih efisien jika pembangunan lebih di fokuskan pada pembenahan sarana transportasi udara.

Model berpikir yang sama juga seringkali digunakan pemerintah untuk memenuhi berbagai kebutuhan rakyat dengan cara impor.

"Saya bukan anti impor, tetapi impor itu harusnya dilakukan untuk komoditas yang memang tidak ada di negeri ini," tuturnya.

Sementara untuk berbagai kebutuhan rakyat yang masih bisa diproduksi sendiri, menurut dia, justru harus diproteksi dan jangan lakukan impor. "Itu yang namanya berdiri di atas kaki sendiri," ujarnya.
(D011)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2011