Jakarta/Paris (ANTARA News/AFP) - Inggris tak berencana mempersenjatai pemberontak untuk menggulingkan pemimpim Libya Muamar Gaddafi, karena langkah itu tidak sesuai dengan resolusi PBB mengenai konflik itu, kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Hatfull.

Prancis juga tidak memunyai rencana memberi bantuan senjata kepada pemberontak Libya untuk melawan pasukan Gaddafi, kata Menteri Pertahanan Prancis Gerard Longuet pada Kamis.

"Inggris bersama beberapa negara lain melancarkan serangan udara atas sasaran khusus dan terbatas serta memberlakukan wilayah larangan terbang sesuai dengan resolusi PBB," kata Duta Besar Hatfull kepada wartawan di Jakarta pada Kamis.

Hatfull, yang memberi taklimat terkait konferensi antarbangsa mengenai Libya di London, mengatakan serangan udara itu, yang bertujuan melindungi warga, telah menghancurkan sarana dan kendaraan militer Libya.

"Kami tidak mencari perang dan masyarakat antarbangsa bertekad menghentikan pembunuhan warga tak berdosa di Libya," tambahnya.

Ia menegaskan Gaddafi harus menghentikan serangan terhadap warga dan mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menghindari akibat lebih buruk.

Hatfull mengatakan Inggris menyelenggarakan konferensi itu untuk mendukung usaha internasional mencari solusi damai atas krisis Libya dan menyokong proses oleh rakyat Libya dalam memutuskan masa depannya.

Wakil dari kawasan Eropa, Timur Tengah, PBB, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Liga Arab menghadiri pertemuan tersebut.

Secara terpisah, pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Hamdan Basyar mengatakan pertemuan London bermaksud mencari solusi mengakhiri kekuasaan Gaddafi di Libya.

Itu tercermin dari pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bahwa Gaddafi sudah tidak mempunyai keabsahan lagi untuk memimpin Libya, kata Hamdan dalam surat elektroniknya kepada ANTARA.

"Pertemuan itu mungkin sekaligus untuk mengevaluasi operasi Odyssey Dawn, yang dilancarkan sepekan lebih," tambahnya.

Menurut dia, operasi yang konon untuk melindungi rakyat itu ternyata malah menambah jumlah korban sipil di Libya. Akibatnya, berbagai kecaman berdatangan dari berbagai pihak.

Presiden Barack Obama akhirnya menyerahkan kepemimpinan operasi itu kepada Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Hamdan mengatakan pertemuan London kemungkinan menghasilkan pilihan "cara kekerasan" dan "cara bukan kekerasan".

Cara kekerasan akan diterapkan dengan NATO dengan pasukan udaranya tetap akan "melindungi" rakyat Libya dengan melumpuhkan kekuatan militer Gaddafi. Dalam waktu bersamaan, oposisi/pemberontak Libya akan diberi tambahan persenjataan untuk melawan Gaddafi.

Bila cara itu kurang efektif, katanya, NATO kemungkinan langsung menurunkan pasukan udara dan darat sekaligus untuk melumpuhkan kekuatan Gaddafi.

Ditambahkannya, cara bukan kekerasan mungkin dilakukan dengan genjatan senjata antara oposisi dan pengikut Gaddafi. NATO dan sekutu menarik pasukannya.

Selain itu, membujuk Gaddafi untuk meninggalkan Libya dan tinggal di suatu negara Afrika dengan aman, tanpa dituntut mahkamah kejahatan dunia, kata Hamdan.

Menurut dia, kemudian diciptakan pemerintahan peralihan terdiri atas berbagai pihak di Libya, baik dari oposisi maupun pengikut Qaddhafi. Mereka diawasi Uni Afrika dan Liga Arab sampai terbentuk pemerintahan sah.

Menteri Pertahanan Prancis Gerard Longuet menegaskan bahwa bantuan senjata bagi pemberontak di Libya tidak ada dalam agenda, karena tidak sesuai dengan Resolusi 1973 Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Resolusi Dewan Keamanan PBB itu memberikan wewenang kepada anggota PBB campur tangan guna melindungi warga.

Pemberontak bertempur melawan pasukan pasukan setia kepada Gaddafi untuk menguasai kota kunci dan dan mendapat momentum dari serangan udara oleh Amerika Serikat, Prancis dan Inggris terhadap pasukan Gaddafi.

Resolusi itu memberi wewenang kepada anggota PBB untuk memberlakukan wilayah larangan terbang atas Libya agar jet tempur Gaddafi tak terbang.

Longuet menekankan bahwa resolusi tersebut "tidak mengizinkan pasukan beroperasi di darat."

Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe pada Selasa mengatakan bahwa Prancis akan membahas dengan sekutunya kemungkinan bantuan militer kepada pemberontak.

"Itu tidak diizinkan oleh Resolusi 1973 atau Resolusi 1970. Untuk sementara, Prancis merujuk pada resolusi tersebut," kata Juppe di London saat menghadiri konferensi internasional mengenai krisis itu.

"Kami siap membahas itu bersama mitra kami," katanya.

Amerika Serikat belum mengumumkan keputusan akan membantu mempersenjatai atau tidak pemberontak.(*)

(Uu.M016/B002)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011