Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan kasus pembobolan dana nasabah di Citibank oleh pegawainya sendiri merupakan bukti gagalnya bank asing itu menegakkan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.

"Terkait dengan kasus pembobolan dana nasabah Citibank, kami mencatat adanya dugaan penyalahgunaan wewenang petugas bank, kelemahan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) disamping unsur kelalaian dan kurangnya kehati-hatian nasabah," kata Darmin dalam raker dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa malam.

Dalam raker itu Komisi XI selain mengundang Dewan Gubernur BI, juga mengundang perwakilan Citibank di Indonesia dan pihak Kepolisian.

Dijelaskannya, untuk kasus pembobolan dana nasabah dan kasus penagihan kartu kredit oleh debt collector yang dialami Citibank, sebenarnya dapat terjadi dimana saja, di Indonesia ataupun di negara lain.

"Namun bagi kami, tetap menjadi catatan perhatian serius kami untuk diselesaikan saat ini dan dicegah di masa datang," katanya.

Beberapa kelemahan pelaksanaan SOP dimaksud antara lain, tidak dilakukannya check dan recheck terhadap penanganan transaksi, kurangnya pengawasan oleh supervisor terhadap bawahan, kurang ketatnya sistem pengawasan internal terhadap kegiatan operasional citigold, yang dari sisi privacy memiliki keunggulan pelayanan sekaligus memiliki simpul kerawanan penyelewengan oleh petugas bank.

Sedangkan unsur kelalaian dan kekuranghati-hatian nasabah tersebut, tercermin dari praktek-praktek yang rawan seperti: nasabah menitipkan blanko kosong (formulir transfer/pemindahbukuan/tarik tunai) yang telah ditandatanganinya kepada petugas bank, praktek memberikan password PIN ATM kepada petugas bank.

Praktek-praktek yang tidak prudent tersebut, katanya menciptakan peluang bahkan godaan terhadap petugas bank melakukan transaksi untuk manfaat petugas bank.

Sementara mengenai peristiwa meninggalnya nasabah kartu kredit Citibank yang dihubungkan dengan penagihan oleh debt collector, Darmin mengatakan tetap mengikuti perkembangan penelitian secara seksama dan lebih mendalam.

Secara spesifik termuat ketentuan PBI dan SE BI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan menggunakan Kartu (APMK) telah dijelaskan prinsip-prinsip dasar kegiatan penagihan hutang kartu kredit, yang pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku.

Maksud dari prinsip ini adalah tidak boleh bertentangan dengan aturan KUH Pidana dan HAM yang dengan jelas melarang praktek kekerasan, ancaman, dan perlakuan tidak pantas lainnya dalam bernegosiasi.

Lebih lanjut pada ketentuan yang sama diatur secara jelas yang intinya bahwa meskipun bank menyerahkan pelaksanaan penagihan kartu kredit kepada pihak ketiga (dalam hal ini Debt Collector), perlu dimuat dalam perjanjian kerjasamanya - klausula tentang tanggung jawab Penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul dari kerjasama dengan pihak lain tersebut.

Sementara itu, pemimpin Citibank di Indonesia Shariq Mukhtar mengatakan bahwa terkait kasus tewasnya nasabah kartu kredit terlalu banyak spekulasi melalui pers padahal kasus ini masih dalam penyelidikan Kepolisian.

"Penelitian internal kami menyimpulkan tidak ada kekerasan yang terjadi saat korban datang ke kantor Citibank," katanya.

Dikatakannya, selama ini Citibank selalu menerapkan standar yang sangat tinggi dalam menangani kartu kredit termasuk soal debt collector.

"Kami mengerti harus punya kontrol yang kuat untuk mematuhi aturan yang ada dengan standar kode etik yang tinggi," katanya.

Dalam rapat tersebut sejumlah anggota Komisi XI bersama-sama mengembalikan kartu kredit Citibank mereka sebagai bentuk protes atas kejadian belakangan ini.(*)
(T.D012/S025)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011