Jakarta (ANTARA) - Pemerintah daerah perlu didorong untuk melakukan diversifikasi ekonomi sebagai strategi dalam rangka mengantisipasi potensi guncangan akibat krisis ekonomi sekaligus mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dalam jangka panjang.

Direktur Eksekutif Lembaga Article 33 Indonesia, Santoso, dalam rilis di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa melalui program diversifikasi diharapkan ke depannya pemerintah daerah dapat memiliki sebuah strategi untuk mengoptimalkan sektor yang ada secara berkelanjutan, mengingat perekonomian daerah di Indonesia masih terkonsentrasi pada sektor tertentu dan sebagian besar masih bergantung pada sektor ekstraktif.

"Kenapa ini masalah? Karena struktur ekonomi seperti ini itu mudah terkena guncangan. Misal minyak naik turun, itu akan mempengaruhi fluktuasi pendapatan daerah. Sudah terjadi di beberapa tempat begitu, harga minyak jatuh maka daerah itu bisa kolaps pemasukannya," kata Susanto.

Ia menekankan pentingnya kebijakan nasional terkait diversifikasi dan transformasi ekonomi, serta arah perkembangan perekonomian daerah, terutama di daerah-daerah kaya sumber daya alam penting untuk mendapatkan perhatian, terutama pada aspek perencanaan teknokratis.

Senada, Program Officer Natural Resource and Climate Change Ford Foundation, Maryati Abdullah mengatakan, wilayah di Indonesia sampai saat ini masih relatif bergantung pada sektor-sektor sumber daya alam, seperti pertambangan maupun perkebunan.


Baca juga: Ada ancaman resesi, peneliti ingatkan intensifkan diversifikasi ekspor


Untuk itu, ujar Maryati, perlu dibuatkan kerangka untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, termasuk strategi diversifikasi ekonomi baik di tingkat nasional.

"Tentunya ini sejalan dengan upaya-upaya kita dalam prioritas pembangunan untuk mendorong Pembangunan Rendah Karbon," katanya.

Pembangunan Rendah Karbon merupakan kebijakan net zero emissions untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, stimulus hijau untuk pemulihan ekonomi.

Staf Khusus Menko Bidang Perekonomian, Reza Y. Siregar menyatakan, diversifikasi ekonomi sudah menjadi bagian dari reformasi struktural dan rencana pemerintah ke depan.

Menurut Reza, pendekatan kebijakan yang sudah diambil dan akan terus dikembangkan oleh pemerintah berkaitan dengan hal tersebut yaitu upaya reformasi regulasi melalui UU Cipta Kerja, serta strategi hilirisasi.

"Strategi hilirisasi sangat dibutuhkan dalam mendiversifikasi ekonomi karena akan meningkatkan nilai tambah, penguatan local value chain, serta perluasan lapangan kerja. Contoh dari program hilirisasi yang tengah dilakukan adalah hilirisasi sumber daya alam dalam RPJMN 2020-2024 dan hilirisasi digital," ucapnya.

Baca juga: Airlangga : Diversifikasi batik dorong pemulihan ekonomi nasional


Reza pun mengakui, daerah yang bergantung pada sektor tertentu memang relatif memiliki pertumbuhan ekonomi rentan terhadap guncangan, misalnya Bali, yang sangat bergantung pada sektor pariwisata. Adanya pandemi COVID-19 membuat daerah tersebut mengalami kontraksi paling dalam.

"Namun, daerah yang perekonomiannya lebih terdiversifikasi seperti Jawa dan Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan, relatif tumbuh stabil sebelum era pandemi dan pulih lebih cepat pada Kuartal 2-2021," ujar Staf Khusus Menko Perekonomian.

Dari sisi energi, Koordinator Pengolahan Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas Kementerian ESDM, Muhiddin, juga mengatakan, sejumlah tantangan yang dihadapi juga adalah ketergantungan terhadap migas seperti impor LPG sehingga saat ini pemerintah sedang menyusun konsep dan strategi green national.

"Tingginya impor elpiji kurang lebih 75 persen dari kebutuhan masing-masing dari impor. Kalau ini dibiarkan akan menjadi masalah, harus ada upaya diversifikasi energi yang yang dilakukan oleh pemerintah," ucapnya.

Baca juga: Indonesia Harus Bersiap Hadapi Guncangan Ekonomi

Baca juga: Menanti efektivitas stimulus dalam hadapi guncangan ekonomi global

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2021