Padang (ANTARA News) - Aksi pembalakan liar menyebabkan kondisi hutan di Sumatera Barat (Sumbar) sangat memperihatinkan, para pelaku pembalakan liar hanya mencari keuntungan saja tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan, bencana pasti saja akan mengancam.

Sebagimana diketahui bencana seperi tanah longsor dan banjir sering terjadi di Sumbar. Tidak sedikit menelan korban jiwa bahkan kerugian material akibat ulah manusia tidak lagi mau menjaga hutan lindung.

Sekarang ini kondisi hutan di Sumbar semakin memprihatinkan dengan tingkat kerusakan diperkirakan telah mencapai 50 persen dari luas area yang ada. Akibat tingginya tingkat tindak pembalakan liar dan sistem perladang berpindah dilakukan oknum tidak bertanggung jawab.

"Laju kerusakan hutan di Sumbar kini mencapai 60 ribu hektare per tahun atau meningkat dari tahun sebelumnya 52 ribu hektare per tahun, " kata Manajer Program Walhi Sumbar, Khalid Syaifullah.

Dia mengatakan hal tersebut terkait terjadinya sejumlah bencana banjir dan tanah longsor pada sejumlah daerah di Sumbar yang hampir sebagian besar disebabkan kondisi hutan kritis.

"Hutan kritis di Sumbar kini semakin meluas dengan terus terjadi tindak penebangan liar dan lemahnya pengawasan dari instansi terkait dan aparat keamanan," katanya.

Selain menyebabkan terjadinya sejumlah bencana akibat hutan kritis di Sumbar, juga mengancam daerah tetangganya, Provinsi Riau dan Jambi, karena hutan di Sumbar merupakan daerah penyangga bagi daerah lain, sehingga jika kawasan tersebut rusak akan berdampak terjadinya bencana di daerah lain.

"Sebagian besar sungai-sungai di provinsi tetangga seperti Jambi dan Riau bermuara di Sumbar, seperti sungai Batanghari di Jambi," katanya.

Kerusakan hutan di Sumbar hampir terjadi merata di seluruh kabupaten/kota, dengan total kerusakan diperkirakan mencapai 60 persen dari 2,6 juta luas areal hutan yang ada.

Beberapa daerah yang kondisi hutannya telah kritis tersebut di antaranya sepanjang Bukit Barisan, Dharmasraya, Pesisir Selatan, dan Solok.

Kerusakan hutan tersebut terjadi akibat masih terusnya penebangan liar dilakukan pihak tidak bertanggung jawab, dan kondisi itu terjadi akibat lemahnya penegakan hukum aparat, serta minimnya pengawasan.

"Pemerintah perlu memberikan perhatian serius tentang kondisi ini, jika hutan kritis terus dibiarkan tanpa adanya upaya reboisasi akan berdampak rusaknya peradaban manusia di masa depan," kata Khalid Syaifullah.

Sementara itu kawasan Hutan konservasi pada dua daerah yang ada di Sumbar, yakni daerah Sijunjung dan Pasaman mengalami kerusakan cukup parah.

Keberadaan hutan konservasi di Sumbar ini terus digoroti para perambah hutan dan aksi pembalakan liar. Menyebabkan hilangnya fungsi kawasan hutan konservasi akibat perambah hutan dan aksi pembalakan liar tersebut, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumbar, Gusril.

Fungsi kawasan hutan tersebut seakan terabaikan dan luput dari perhatian masyarakat sebagai penyangga resapan air dan kehidupan berbagai satwa dan biota dilindungi berada dalam hutan.

"Kawasan hutan lindung itu sebagian besar sudah berubah fungsi menjadi perkebunan hutan tanaman industri dan kelapa sawit baik yang berada di wilayah pantai maupun pada lokasi perbukitan," katanya.

Luas hutan konservasi di Provinsi Sumbar 250.000 hektare, menurut Gusril, namun pihak belum tahu pasti berapa persen mengalami kerusakan akibat perambah hutan dan aksi pembalakan liar.

Akibat kerusakan kawasan hutan konservasi tersebut, sejumlah hewan dilindungi seperti populasi harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) terancam punah.

Berkurangnya luas habitat tersebut telah memicu terjadi `konflik` antara satwa langka tersebut dengan penduduk yang bermukim di sekitar kawasan hutan itu. "Tidak sedikit harimau Sumatera mati dan warga meninggal dunia diterkam harimau, "kata Gusril.

Kawasan hutan konservasi di Sumbar yang rusak perlu diselamatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, karena fungsinya sangat besar bagi kehidupan manusia dan hewan langka serta biota lainnya.

Dalam dua tahun terakhir kawasan tersebut kembali dipertahankan, baik kawasan hutan yang masih utuh maupun sudah dibuka secara liar oleh perambah.

Untuk mengantisipasi kerusakan kawasan hutan konservasi yang ada di Sumbar, pihak BKSDA mengupayakan penghijauan kembali hutan tersebut.

"Kita juga melakukan pengamanan kawasan hutan konservasi dengan cara pendekatan kekeluargaan,"kata Gusril.


Kondisi Hutan Gunung Singgalang

Ketika Tim Ekspedisi Bukit Barisan melakukan penjelajahan dan penelitian di sekitar kawasan hutan Gunung Singgalang, Kabupaten Agama, Sumatera Barat. Kondisi hutan di kawasan tersebut sangat memprihatinkan, kata Sub.Korwil Sumbar Tim Ekspedisi Bukit Barisan, Mayor Inf Benny Rahadian Chaniago.

Selama satu bulan penjelajahan dan penelitian di kawasan hutan di Gunung Singgalang menemukan hutan lindung sudah banyak gundul akibat penebangan liar. "Ada beberapa titik hutan lindung di kawasan Gunung Singgalang sudah gundul akibat penebangan hutan,"kata Benny Rahadian Chaniago.

Tim Ekspedisi menemukan kayu serta pohon sudah ditebang secara liar oleh orang tak bertanggungjawab di kawasan hutan lindung Gunung Singgalang.

"Diperkirakan pohon bekas penebangan liar yang ditemukan kawasan Gunung Singgalang tersebut sudah lama terjadi,"katanya.

Menurut Benny Rahadian Chaniago, penebangan hutan dilakukan secara liar orang tak bertanggungjawab sangat berdampak sekali dalam kehidupan manusia.

"Jika pohon besar terus saja ditebang secara liar ketika hujan lebat mengguyur bencana tanah longsor akan mengancam,"katanya.

Disamping itu juga berakibat rusaknya ekosistem di dalam hutan lindung kawasan Gunung Singgalang. "Sejumlah hewan yang hidup di dalam hutan lindung dikhawatirkan akan punah akibat penebangan hutan tersebut,"kata Benny Rahadian Chaniago.

Benny menambahkan tim ekspedisi Bukit Barisan memang baru satu bulan memulai tugas penjelajahan dan penelitian di Gunung Singgalang. Masih ada waktu sekitar empat bulan lagi untuk melanjutkan ekspedisi.

"Walau begitu, kami telah berhasil menembus puncak Singgalang , menemukan sejumlah flora dan fauna langka, sekaligus melihat sejumlah kawasan hutan terkelupas akibat penebangan secara liar, " kata Benny Rahadian Chaniago.

Selian itu beberapa daerah di Kabupaten Agam juga kita melihat kondisi hutan sangat kritis, juga sangat rawan terjadinya bencana tanah longsor dapat mengancam keselamatan manusia, jika sewaktu hujan turun lebat mengguyur.

Benny mengatakan, prihatin melihat kondisi hutan lindung di berada kawasan Gunung Singgalang, Kabupaten Agama, sehingga dilakukan aksi penanam 592 batang pohon.

"Aksi penanaman pohon tersebut dilakukan pada kaki serta pinggang kawasan Gunung Singgalang, aksi ini melibat masyarakat di kawasan Gunung Singgalang serta Kodim, Kormil, serta pemerintahan Kabupaten Agam,"katanya.

Menurutnya, kegiatan ini berguna sekali untuk mengingatkan kembali peran penting penghijauan di perbukitan dan di pegunungan, selain tempat sumber air, juga sebagai penghalang terjadinya bencana longsor.

Selain memberikan penyuluhan tentang penghijauan secara tindak lanjut juga mengingatkan kembali kesadaran masyarakat agar bisa merawat dan menjadikan gunung yang tidak gundul sebagai sumber pencarian, bukan hanya dinikmati saja, diharapkan akan bisa menjaga dan melestarikan sumber daya alam.

Disamping itu mensosialisasikan keindahan serta keunikan adanya faura dan fauna, bunga angrek khas serta hewan yang telah dinyatakan punah ternyata masih ada di sana. masyarakat harus mengetahui bahaya dari kegundulan,"kata Benny Rahadian Chaniago.


Sumbar Rawan Bencana

Wilayah Sumbar merupakan daerah rawan banjir dan longsor karena memiliki topografi perbukitan dan pegunungan.

Hampir semua kawasan ini umumnya terjadi bencana. Ibaratnya Sumbar ini etalase bencana. Apapun bencananya terjadi di Sumbar. Mulai dari banjir, gempa, longsor, angin puting beliung, letusan gunung api, abrasi pantai.

Bencana bukan hanya karena kondisi geografis seperti terletak di jalur gempa, atau dekat dengan pantai. "Bencana juga dipicu ulah manusia, karena tidak ramah lingkungan. Banjir dan tanah longsor menjadi bencana paling sering melanda sebagian besar kawasan Sumbar,"kata Kabid.Penanggalang Bencana BPBD Sumbar, Ade Edwar.

Bencana banjir sendiri paling sering terjadi di Agam, Pesisir Selatan, Padang dan Padangpariaman. Sedangkan untuk longsor menjadi langganan di Agam, Padang, Padangpariaman dan Tanahdatar.

"Hampir dua tahun terakhir kejadian bencana di Sumbar terus mengalami peningkatan. Terlebih lagi dengan kejadian gempa pada 30 September 2009 yang melanda hampir kawasan Sumbar,"kata Ade Edwar.

Sangat khawatir masyarakat yang tinggal di tebing maupun perbukitan terkena tanah longsor dan banjir bandang. "Kebanyakan masyarakat Sumbar senang mendiami daerah rawan bencana (longsor dan banjir),"katan Ade Edwar.


Komit Berantas Illegal Logging

Pihak kepolisian tetap komit untuk memberantas aksi illegal logging (Pembalakan liar)."Kita akan tetap komit untuk memberantas para pelaku pembalakan liar yang terjadi di wilayah hukum Sumbar," kata Kabid.Humas Polda Sumbar.AKBP.Kawedar.

Ilegal loging menjadi salah satu prioritas kegiatan yang diberantas."Dampak dari ilegal logging di Sumbar sudah terasa dengan hawa panas yang cukup menyengat serta terjadinya bencana dimana-mana,"katanya.

Untuk itu komitmen bersama semua pihak dalam menjaga kelestarian lingkungan dari tangan-tangan jahil juga sangat diharapkan.

"Bagaimanapun tanpa dukungan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah di sini, kami tidak dapat berbuat banyak," tandasnya.

Jika hutan telah gundul akibat pembalakan liar imbasnya pasti ke masyarakat juga jika terjadi bencana tanah longsong maupun banjir.

Siapa saja yang terlibat dalam aksi pembalakan liar di wilayah hukum Sumbar pasti akan ditangkap. Hal ini terlihat beberapa waktu lalu jajaran Polresta Solok Selatan berhasil menangkap oknum anggota Brimob dari Polda Jabar diduga membawa kayu illegal.

"Untuk memberantas aksi pembalakan liar yang sering terjadi di wilayah hukum Sumbar, kita juga berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Dinas Kehutanan," katanya. (ZON/K005/K004)

Oleh Oleh: Derizon Yazid
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011