Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, M Nazaruddin menyatakan, tidak mungkin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengganjal izin pemeriksaan untuk menyelidiki ataupun menyidik kepala daerah yang tersangkut kasus hukum.

Menurut dia kepada pers di Gedung DPR/MPR di Senayan Jakarta, Rabu, selama ini SBY dikenal punya komitmen tinggi dalam penegakan hukum dan tidak mungkin menunda proses hukum yang harus dijalankan.

"Kan sudah terbukti banyak pejabat daerah yag diproses hukum selama kepemimpinan Pak SBY. Pengalaman selama ini, proses izin pemeriksaan kalau memang sudah lengkap tidak akan lama. Sehari bahkan bisa diteken Pak SBY kalau memang sudah di atas mejanya," kata Nazaruddin.

Hal itu disampaikan Nazaruddin menanggapi pernyataan juru bicara Kejaksaan Agung, Noor Rochmad tentang pemeriksaan terhadap 61 kepala/wakil kepala daerah yang terhambat karena belum ada izin Presiden.

Nazaruddin yang juga Bendahara Umum DPP Partai Demokrat itu menambahkan, hal yang harus diingat bahwa kepala daerah--apapun asal partainya--tetap bagian dari pemerintahan. Aturan pun mewajibkan pemeriksaan terhadap kepala daerah oleh kejaksaan ataupun kepolisian harus ada izin dari Presiden.

Karena itu, kata Nazaruddin, diperlukan kelengkapan adminstratif atau dokumen sebelum kejaksaan ataupun kepolisian memeriksa kepala daerah. "Yang mau diperiksa itu bagaimana pun kepala daerah yang memimpin pemerintahan daerah. Karena itu pemeriksaan juga harus dilakukan dengan bukti yang kuat, karena tanpa bukti yang kuat pemeriksaan itu bisa mengganggu roda pemerintahan di daerah," katanya.

Anggota DPR dari Dapil Jember dan Lumajang (Jawa Timur) itu mengatakan, kalau ada surat dari Kejaksaan Agung tentunya hal itu harus dicek terlebih dahulu apakah pemeriksaan kepala daerah itu memang sudah layak dilakukan atau belum. Jangan sampai pemeriksaan justru menimbulkan masalah.

"Jangan sampai target pembangunan menjadi tidak tercapai karena roda pemerintahan di daerah terganggu, Sementara keterlibatan dalam kasus hukum belum tentu ada. Pihak Setneg juga harus yakin terkait pemeriksaan kepala daerah dan harus mengikuti mekanisme yang ada. Presiden SBY memiliki komitmen tinggi untuk tidak membawa persoalan hukum menjadi persoalan politik," katanya.

Selain itu, di era pilkada langsung, seorang kepala daerah tentunya memiliki massa pendukung. Karena itu, pemeriksaan kepala daerah juga tidak bisa dilakukan sembarangan tanpa bukti yang kuat, karena bisa berdampak pada munculnya instabilitas di daerah.

"Pihak Setkab tentunya juga tidak bisa sembarangan saja mengajukan permohonan izin pada Presiden. Jangan sampai pemeriksaan terhadap kepala daerah justru dikarenakan tekanan politik semata. Apalagi malah dijadikan `ATM` (pemerasan). Jangan sampai terjadi seperti itu," katanya.

Saat ditanya apakah terhambatnya izin itu karena ada pihak yang "bermain", Nazarudin menepisnya. "Saya kenal pribadi dan integritas Pak Dipo (Setkab Dipo Alam). Sistem di Setkab yang dibangun juga bagus. Saya tetap yakin ini masalah administrasi saja. Nyatanya `kan sudah dibantah pula oleh Pak Basrief (Jaksa Agung)," katanya.

Karena itu, dia mengimbau kepada para pejabat untuk tidak sembarangan mengeluarkan "statement" yang justru memojokkan Pemerintahan yang sedang berjalan yang menimbulkan praduga-praduga yang tidak benar di masyarakat. Jangan sampai ketidakberesan lembaga dibawah Presiden itu justru menjelekkan Presiden seperti yang selama ini terjadi.

"Saya lihat ada miskomunikasi dan oleh karena itu hal ini harus diperbaiki. Pemerintahan SBY adalah pemerintahan yang paling sukses di bidang penegakkan hukum, jadi tidak mungkin melakukan hal seperti itu," katanya.

Pekan lalu, Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmad menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap 61 kepala/wakil kepala daerah terhambat belum adanya izin dari Presiden. Namun Jaksa Agung meluruskan pernyataan Noor Rochmad dengan menyebut belum ada permohonan izin pemeriksaan yang dikirim ke Presiden.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah meminta Jaksa Agung Basrief Arief dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi melacak keberadaan 61 surat permohonan izin pemeriksaan kepala daerah. SBY menegaskan tidak pernah melihat surat permohonan pemeriksaan kepala daerah tersebut.

Karena itu, Presiden meminta surat-surat itu dilacak. "Cari yang 61 (surat) itu dan laporkan ke saya. Surat yang mana, izin untuk siapa dan kapan disampaikan," kata Presiden.

Presiden menyesalkan penyataan yang tidak akurat terkait 61 surat izin pemeriksaan itu, justru keluar dari kalangan pemerintah. Menurut Presiden, ini bisa mengakibatkan persepsi yang berbeda di kalangan publik bahwa pemerintah dianggap tebang pilih.

Presiden menegaskan dirinya biasanya menyelesaikan surat yang masuk dalam satu hari itu juga. "Sehari biasanya ada 15-20 surat, yang terdiri dari dokumen negara, undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, surat diplomatik, surat kuasa dan surat kenaikan pangkat pegawai negeri sipil. " ujarnya.(*)
(T.S023/B013)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011