Medan (ANTARA News) - Tujuh siswa peserta Ujian Nasional tingkat SMA,MA, dan SMK di Sumatera Utara terpaksa mengikuti ujian di Lembaga Pemasyarakatan anak Tanjung Gusta akibat bermasalah dengan hukum.

"Sebelum ada vonis yang berketetapan hukum, siswa yang bermasalah dengan hukum itu tetap berhak mengikuti Ujian nasional," kata Kepada Dinas Pendidikan Sumatera Utara, Syaiful Syafri, di Medan, Senin.

Ketujuh siswa tersebut yakni KS, NPS dan OKP masing-masing dari SMA Santo Thomas 3 Medan. Kemudian BCA Sembiring dari SMA Kalam Kudus serta I, MAS dari SMK Dwi Warna 2 Medan dan M Ihsan Jaya.

"Sebagian dari mereka tersangkut hukum terkait bentrokan geng motor baru-baru ini di Medan. Sama seperti peserta biasa, pada saat ujian mereka juga akan diawasi oleh pengawas UN serta petugas dari Lapas," katanya.

Namun, lanjutnya, enam siswa peserta ujian yang bermasalah dengan hukum tersebut belum mengikuti ujian hari ini, melainkan pada saat ujian susulan nanti pada tanggal 25 April mendatang.

"Hanya satu orang atas nama M Ihsan yang hari ini sudah mengikuti ujian di Polresta Belawan. Diundurnya ujian keenam siswa lagi karena atas kesepakatan berbagai pihak mengingat keenamnya belum siap," katanya.

Ketua Ujian Nasional Dinas Pendidikan Sumut, Ilyas Sitorus, mengatakan, selain diikuti siswa bermasalah dengan hukum, UN kali ini di Sumut juga diikuti siswa-siswa yang memiliki cacat fisik.

Bagi siswa peserta UN yang memiliki cacat fisik diberi kemudahan oleh panitia dalam mengerjakan soal-soal ujian, salah satunya yakni akan didampingi panitia pengawas ketika mengerjakan soal-soal ujian.

Pengawas tersebut akan memberikan bantuan membacakan soal ujian bagi siswa yang buta sekaligus membantu melingkari jawaban. Demikian juga bagi siswa yang tuli, panitia akan membantu menyalin soal untuk bahasa Inggris.

"Namun untuk tingkat SMA tidak ada siswa cacat fisik yang ikut UN, hanya dari SMP LB saja. Tahun ini tercatat ada 18 siswa peserta UN dari SMP Luar Biasa dengan cacat fisik seperti tuna netra atau buta, tuna wicara atau bisu dan tuna rungu (bisu). Mereka berasal dari SMP LB dari Medan dan Deli Serdang serta Binjai," katanya.

Ia mengatakan, diikutsertakannya pelajar SMP LB tersebut sesuai dengan UUD 1945 untuk memberikan kesempatan kepada setiap warga negara Indonesia memperoleh pendidikan tanpa membeda-kan cacat fisik.

Selain di tingkat SMP, lanjut dia, siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) juga akan mengikuti UASBN, bahkan diperkirakan jumlahnya akan lebih banyak dibanding SMPLB.

"Begitu juga terhadap siswa yang sedang menjalani proses hukum di lembaga pemasyarakatan (LP) juga akan dibantu petugas dan panitia," katanya.
(KR-JRD/Z003)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011