Medan (ANTARA News) - Aksi coret baju seragam sekolah mewarnai situasi hari terakhir Ujian Nasional tingkat SLTA di Medan, Sumatera Utara, meski sebelumnya berbagai pihak telah mengimbau agar siswa tidak melakukan kebiasaan buruk itu.

"Kegiatan ini sudah menjadi tradisi setiap tahunnya bagi setiap siswa setelah selesai melewati masa-masa yang menegangkan saat ujian," kata Pratiwi, salah seorang siswa SMA peserta Ujian Nasional di Medan, Kamis.

Menurut dia, sebelumnya pihak sekolah memang telah mengeluarkan imbauan agar siswa tidak melakukan coret-coret seragam sesuai melaksanakan ujian, dan menganjurkan agar seragam tersebut lebih baik disumbangkan kepada adik-adik kelas atau mereka yang lebih membutuhkan.

"Kan ini cuma kegiatan sekali setahun, lagi pula kami butuh kenang-kenangan dari kawan-kawan. Ya salah satunya dengan cara ini yakni kawan-kawan membubuhkan tandatangan di seragam kami masing-masing," katanya.

Hal yang sama juga dikatakan Feri, siswa SMA I Medan. Menurut dia, ada kepuasan tersendiri ketika melakukan aksi coret seragam tersebut dnegan menuliskan kata-kata mutiara dan pesan-pesan singkat yang penuh makna.

"Coretan-coretan di seragam ini akan menjadi kenangan yang manis bagi kami," katanya.

Pengamat pendidikan Universitas Sumatera Utara, Zulnaidi, mengatakan, aksi coret seragam tersebut memang sudah sejak lama dilakukan para siswa seusai mengikuti ujian nasional seolah sudah menjadi tradisi turun temurun.

Namun menurut dia, seharusnya piohak sekolah lebih berperan untuk mengingatkan siswa agar tidak melakukan perbuatan mubajir tersebut. Salah satunya dengan menggelar kegiatan amal di sekolah dengan mengundang anak-anak yatim piatu atau menggelar sumbangan pakaian ke panti-panti asuhan.

"Dari pada mencoret seragam, lebih baik para siswa menyumbangkannnya ke panti asuhan atau ke adik kelas. Selain untuk menumbuhkan jiwa sosial siswa, kegiatan ini juga jelas lebih bermanfaat bagi orang lain," katanya.

Psikolog Indah Kemala Hasibuan, mengatakan, dari pada melakukan aksi coret baju, siswa disarankan untuk membuat kegiatan lainnya yang lebih memiliki kesan bagi mereka seperti saling tukar menukar cendra mata.

"Ini budaya yang salah dan ini tentunya menjadi "PR" bagi kita semua, bukan saja guru ataupun orang tua, agar lebih mengarahkan anak didik melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat bagi orang lain terutama bagi lingkungan sekitar sekolah," katanya.

(KR-JRD/M019/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011