Mamuju (ANTARA News) - Sejumlah LSM pemerhati korupsi mengaku, prihatin dugaan pungutan liar yang terjadi di lingkup pemerintah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, yang tega memotong belanja rutin mulai dinas, badan, kantor hingga ke sekolah-sekolah.

"Sangat disesalkan kenapa pemerintah kabupaten (Pemkab) Mamuju melakukan pemotongan belanja rutin dengan alasan yang tidak rasional. Ini bentuk pemerasan gaya baru yang dilakukan oleh oknum bendahara pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kekayaan Daerah (DPPKD) Mamuju," kata Ketua Laskar Anti Korupsi Sulawesi Barat, Muslim Fatilla Azis di Mamuju, Minggu.

Menurutnya, adanya pungutan yang dilakukan DPPKD Mamuju bermula atas pengakuan salah seorang guru, (SM) yang mengaku dana belanja rutinnya telah dipangkas sebesar Rp5 juta.

"Dana belanja rutin setiap sekolah dipangkas Rp5 juta dan setiap SKPD mulai dinas, kantor dan badan juga mendapatkan pemotongan dengan dalih akan menutupi biaya Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang)," tutur Muslim meniru ucapan korban pemotongan belanja untuk kegiatan di sekolah tersebut.

Karena itu, kata dia, lembaganya sangat mendorong agar jajaran Kejakssan Negeri (Kejari) Mamuju segera mengusut terjadinya indikasi korupsi tersebut karena pemotongan ini tak boleh dibiarkan terus terjadi di daerah ini.

"Kami sangat menyesalkan atas terjadinya upaya pemaksaan pungutan ilegal yang dilakukan bendahara DPPKD Mamuju, sehingga peran Kejari untuk melacak sangat dinantikan publik," ujarnya.

Ia mengatakan, perbuatan korupsi tidak boleh dibiarkan berkembang karena akan menjadi momok menakutkan bagi kelangsungan pemerintahan di daerah yang muaranya sangat merugikan rakyat.

"Jika korupsi merajalela yang dilakukan pejabat negara maka jelas akan berdampak buruk keberlangsungan pembangunan di Mamuju. Makanya, kami mendorong agar aparat hukum mempercepat penanganan kasus pungli di pemkab Mamuju sebagai bentuk penegakan kasus korupsi yang kian menjamur," terangnya.

Muslim mengatakan, penyakit korupsi di Pemkab Mamuju sudah sangat "kronis" sehingga perlu diberikan efek jera terhadap pelaku korupsi di daerah ini. Karena bila dibiarkan, maka kejahatan korupsi akan terus merajalela.

Ia mengatakan, kebijakan yang dilakukan Pemkab Mamuju jelas keliru dan termasuk indikasi perbuatan korupsi karena dana Musrembang pun telah ada dalam penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2011.

"Jika dana setiap SKPD dipungut sebesar itu dengan dalih menutupi biaya Musrembang, maka ini merupakan perbuatan indikasi korupsi sehingga pelakunya bisa dijerat sesuai dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi," terangnya.

Hal senada dikatakan, Ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia Sulbar (LAKI-SULBAR), Ince, juga menyesalkan jika terjadi indikasi pemotongan dana belanja rutian setiap SKPD.

"Kasus ini harus ditelusuri secepatnya oleh aparat Jaksa karena akan menjadi sesuatu yang lumrah bagi koruptor apabila kasusnya didiamkan begitu saja," ungkap dia.

Karena itu, kata dia, lembaganya sangat mengharapkan kerja keras aparat hukum untuk segera membongkar terjadinya dugaan pungutan senilai Rp5 juta per SKPD.

Dia mengatakan, upaya Bupati Mamuju, Suhardi Duka bersama wakil Bupati Mamuju, Ir Bustamin Bausat, untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa tidak mungkin tercapai secara optimal apabila masih banyak pejabat yang melakukan kegiatan "Sunatan Massal" anggaran dinas untuk memperkaya diri sendiri.

"Bupati tidak akan berhasil menciptakan pemerintahan yang bersih apabila pejabat yang mengisi jabatan strategis tak memiliki integritas yang tinggi dan memiliki kepribadian malu berbuat korupsi," kuncinya.  (ACO/F003/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011