Ambon (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku tidak menginginkan kelompok yang menamakan diri Negara Islam Indonesia (NII) masuk ke daerah ini karena dikhawatirkan merusak jalinan keharmonisan antarumat beragama.

Wakil Ketua MUI Maluku bidang Ukuwah Islamiah, Husein Toisutta, dikonfirmasi ANTARA, di Ambon, Jumat, mengatakan, langkah - langkah antisipasi sedang dilakukan untuk daerah ini jangan dirambah pergerakan dari kelompok NII.

"Sepanjang pemantauan yang dilakukan hingga saat ini belum terlihat ada pergerakan dari kelompok NII maupun adanya laporan dari masyarakat bahwa sudah ada korban dari kegiatan mereka, ujarnya.

Hanya saja, menurut Husein, Maluku dengan 1.340 buah dan 92,4 persen dari wilayahnya seluas 712.479,65 km2 adalah laut memungkinkan kelompok NII merambah ke daerah pesisir pantai di kabupaten seperti Buru, Buru Selatan, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur.

"Karakteristik wilayah Maluku memungkinkan banyaknya pintu masuk yang bisa saja dimanfaatkan kelompok NII untuk melakukan pergerakan di daerah yang terbatas pengawasan dari aparat keamanan maupun tokoh - tokoh agama," katanya.

Husein mengimbau masyarakat di Maluku agar melaporkan ke aparat keamanan sekiranya melihat adanya pergerakan mencurigakan dari Orang Tidak Kenal (OTK) di masing - masing wilayah sehingga bisa diantisipasi kemungkinan itu akifitas dari kelompok NII.

"Jangan takut melapor ke aparat keamanan atau meminta perhatian dari ketua RT, RW, Kepala Desa/ Lurah sekiranya mencurigakan kehadiran OTK di permukiman," ujarnya.

Husein menegaskan, MUI Maluku tidak menginginkan kelompok NII masuk ke daeah ini karena tujuannya bertentangan untuk mendirikan negara dalam negara.

"Kami di Maluku sudah final dan siap mengamankan kedaulatan NKRI terhadap apa pun bentuk kegiatan yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila," tegasnya.

Ketua MUI Amidhan mengakui MUI pernah membentuk tim pencari fakta NII pada 2002. Latar belakang investigasi itu karena ada gerakan yang ingin membakar Pesantren Al-Zaytun dan isu bahwa Al-Zaytun bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu, juga ada kebijakan pemerintah Malaysia yang melarang mengirim santri-santrinya ke sana.

Hasil penyelidikan MUI, ditemukan ada dua wajah NII. Yang pertama, Pesantren Al-Zaytun. "Dari sisi pengajarannya, pendidikannya, tak ada masalah, tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu sudah dilaporkan ke Kementerian Agama," kata Amidhan.

Namun, ada sisi NII lain yang ditemukan. "Ada lingkar dalam, ada lingkar luar. Kalau kita datang, semuanya seperti baik-baik saja, tak ada masalah," ujarnya..

Investigasi tersebut juga mengungkapkan sejumlah keganjilan di lingkar dalam kepemimpinan NII. "Kepemimpinannya itu terkait dengan isu NII . Itu sudah ada, bahkan sejak lama. Itu memang gerakan bawah tanah, eksklusif, sangat tidak terbuka," tegasnya.

Tim investigasi MUI juga mendapati soal pemberlakuan harta rampasan. "Orang yang bergabung dalam kelompok itu boleh mengambil harta kita, harta orang tua, atau harta saudara siapa saja, dikumpulkan sedemikan rupa untuk kepentingan NII.

Menurut Amidhan, kantung-kantung NII tersebar di seluruh Indonesia, terutama di pulau Jawa, apalagi di Jakarta."Berbagai temuan itu telah dilaporkan MUI ke Mabes Polr," katanya. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011