Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat sipil se-Asia Tenggara yang tergabung dalam Konferensi Masyarakat Sipil ASEAN (ACSC)/Forum Rakyat ASEAN (APF) 2011 pada Rabu mengkritisi perjanjian perdagangan bebas Uni Eropa-Asean.

Perjanjian UE-ASEAN tersebut, yang akan ditandatangani pada Kamis (5/5), dipandang dapat merugikan negara ASEAN sebagai negara berkembang, dari sisi kedaulatan negara dan keberpihakan pemerintah kepada kepentingan rakyat, demikian siaran pers dari ACSC/APF 2011, Rabu.

Hal yang dikritisi antara lain perjanjian hak paten UE-Asean yang mengharuskan obat generik ASEAN menunggu setahun lebih lama dari standar prosedur saat ini, sebelum mereka boleh memproduksi obat paten yang sama dengan harga yang murah dan terjangkau rakyat.

Produsen generik juga harus menjalani ulang prosedur izin layaknya produsen obat paten.

Anggota Parlemen Malaysia Charles Santiago, yang juga seorang tokoh masyarakat sipil, menilai bahwa kesepakatan itu pada akhirnya bisa menghancurkan industri obat generik.

"Jelas ini bukan `win-win solution`, karena hasilnya tidak seimbang bagi kita negara berkembang," kata Charles.

Anggota Komite Pengarah acara tersebut, Indah Sukmaningsih, juga mengkritisi UE yang dalam Piagam Perdagangan Bebas itu hanya bersedia membantu distribusi dan produksi obat generik, namun tidak dengan aksesnya.

Hal demikian, menurut Indah, akan banyak rakyat miskin kesulitan mendapatkan obat generik itu karena aksesnya terbatas.

Kesepakatan perdagangan bebas UE-ASEAN juga dianggap berbahaya dan meneror kedaulatan negara, karena perusahaan-perusahaan Eropa akan diperbolehkan menuntut negara anggota ASEAN ke Makamah Internasional jika ada kebijakan yang dipandang merugikan keuntungan perusahaan tersebut.

Sebagai contoh, menurut siaran pers itu, kasus produsen rokok Philip Morris yang menuntut pemerintah Uruguay 100 juta dolar AS ke Makamah Internasional karena memaksa label anti rokok di produk Philip Morris, dan bisa dialami juga oleh ASEAN.

"Kalau begitu, kebijakan negara-negara ASEAN akhirnya memihak investor dan bukannya rakyat lagi," kata Charles.

ACSC/APF 2011 diikuti oleh 1.200 peserta dari berbagai LSM di sepuluh negara anggota ASEAN.

LSM yang tergabung mewakili perjuangan kesetaraan gender, keadilan ekonomi, penegakan HAM termasuk hak kaum keterbatasan fisik, hak buruh, serta perlindungan hak waria.

Acara tersebut dilakukan untuk menyongsong pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-18 ASEAN yang akan diselenggarakan pada 7-8 Mei di Balai Sidang Jakarta.

Saat ini, kerja sama ASEAN sedang menuju tahapan yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan akan dibentuknya Komunitas ASEAN pada 2015.

Indonesia, selaku Ketua ASEAN 2011, memiliki tiga prioritas dalam KTT tersebut, antara lain pertama memastikan kemajuan signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN pada 2015.

Kedua, memastikan Asia Tenggara, termasuk wilayah sekitarnya seperti Asia Pasifik, menjadi kawasan yang aman, damai dan stabil sehingga memungkinkan melakukan pembangunan ekonomi.

Ketiga, mempromosikan inisiatif ASEAN pasca-2015 agar siap menghadapi tantangan pada tingkatan global, yaitu Komunitas ASEAN dalam Komunitas Global Bangsa-Bangsa.

Pembentukan Komunitas ASEAN berlandaskan tiga pilar yaitu Komunitas Keamanan, Komunitas Ekonomi, dan Komunitas Sosial Budaya.

ASEAN terdiri atas Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singaapura dan Vietnam.

(KR-IFB/M016)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011