Jakarta (ANTARA News)- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS)Condoleezza Rice dikabarkan membawa agenda tersembunyi dalam rencana kunjungannya ke Indonesia mulai 7 Januari nanti selain empat agenda resmi yang telah diumumkan ke publik. "Agenda tersembunyi itu adalah mendesak Indonesia untuk menandatangani perjanjian bilateral non surrender agreement (NSA)," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman di Jakarta, Rabu. NSA merupakan perjanjian yang isi pentingnya adalah mereka yang menandatangani perjanjian bilateral itu sepakat untuk tidak menuntut warga negara masing-masing ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Sejauh ini Amerika Serikat telah membuat perjanjian NSA dengan kurang lebih 90 negara. Menurut Munarman, AS menolak yurisdiksi ICC yang dapat melakukan pengadilan internasional dalam kasus kejahatan perang, kejahatan HAM, agresi dan genocide. Pada tahun 2001, AS menarik diri dari organisasi itu karena tidak mau tentara mereka diadili melalui mekanisme internasional. Sebelumnya diumumkan bahwa dalam kunjungannya ke Indonesia, Menlu AS akan membicarakan empat agenda resmi yakni mengenai perkembangan demokrasi, rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh, penanganan flu burung, dan kontraterorisme. "Tapi di luar itu kami memperoleh informasi A1 (sangat akurat-red) dari sumber kami bahwa Rice akan mendesak Indonesia agar bersedia menandatangani NSA," kata Munarman yang enggan menunjukkan siapa sumbernya itu. YLBHI sendiri merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menolak menandatangani NSA karena tidak ada untungnya bagi negara ini, jutru sebaliknya citra Indonesia akan turun karena dianggap turut menyabotase ICC. NSA, kata Munarman, mendapat penentangan keras dari banyak negara seperti Kanada, sebagian besar negara di Afrika dan Amerika Latin serta Uni Eropa yang notabene sekutu AS karena memperlemah keberadaan ICC. "Jika Indonesia menandatangani NSA maka kelangsungan hubungan bilateral Indonesia dengan Uni Eropa akan terancam," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006