Denpasar (ANTARA News) - Indonesia dan Uni Eropa menandatangani kesepakatan baru penanggulangan aliran produk barang hasil penebangan liar dari hutan hujan tropis Indonesia, yang diketahui mencapai 50 persen dari ekspor komoditas itu dari Indonesia atau 20 persen produk impor sejenis ke Uni Eropa.

Keterangan tertulis dari Institut Kehutanan Eropa yang diterima ANTARA, di Denpasar, Rabu siang, menyatakan, penandatanganan kesepakatan yang dinamai "Kesepakatan Kemitraan Suka-rela" (VPA) itu dilakukan di Jakarta, Rabu (4/5), antara Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, dan Komisioner Uni Eropa, Karel de Gucht.

Kesepakatan Indonesia dan Uni Eropa, negara pertama di Asia yang melakukan hal ini, dinilai para pemerhati lingkungan hidup dunia sebagai sesuatu yang sangat penting dan strategis, sehingga menimbulkan tanggapan sangat positif dari berbagai kalangan internasional.

Langkah kedua pihak ini mengikuti hal kesepakatan bilateral serupa secara terpisah antara Uni Eropa dengan Ghana, Kamerun, Kongo, dan Afrika Tengah.

Menurut Institut Kehutanan Eropa itu, dalam 50 tahun terakhir Indonesia kehilangan luasan hutan hujan tropisnya dari 82 persen menjadi cuma 49 persen saat ini, sesuatu yang menimbulkan masalah multi dimensi mulai dari aspek lingkungan hidup, sosial-ekonomi, politik, hingga perdagangan dan hukum.

Ditinjau dari kepentingan masyarakat yang hidup dari hutan hujan tropis, kehilangan luasan hutan dengan berbagai kekayaan yang dikandung, sangat luar biasa dampaknya. PBB menyatakan dalam laporan pada 2007, diketahui 73 persen hingga 88 persen produk kayu yang dihasilkan Indonesia pada tahun sebelumnya berasal dari sumberan ilegal.

Antara 1990 dan 2005, kehilangan bagi Indonesia dalam luasan hutan hujan tropisnya mencapai 28 juta hektare; luasan yang hampir setara dengan seluruh luas wilayah darat dan laut Filipina.

Tentang ini Indonesia tidak tinggal diam, karena menurut studi LSM Chatam House, pada 2004 angka penyelundupan kayu ilegal ke China merosot hingga 92 persen dan penebangan liar di hutan negara juga merosot 75 persen pada dasawarsa terakhir walau 40 persen produk kayu yang dihasilkan masih berasal dari sumberan ilegal.

"Bukan cuma Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang mengadopsi VPA ini dengan Uni Eropa namun lebih jauh lagi akan melibatkan eksportir kayu terbesar di dunia untuk patuh pada kesepakatan ini," kata de Gucht dalam sambutannya.

Adapun Hasan menegaskan bahwa VPA ini adalah sesuatu yang sangat mendasar dan menjadi terobosan sangat penting setelah melakukan perundingan selama empat tahun.

VPA yang diimplementasinya segera diberlakukan ini merupakan bukti kepemimpinan Uni Eropa dan Indonesia untuk mengentaskan permasalahan penebangan liar dan perdagangan internasional yang terkait. Ini juga akan mengait dengan implementasi sistem baru di Indonesia untuk menjamin bahwa kayu yang dihasilkan semata-mata berasal dari sumberan sah sesuai hukum berlaku.

Bagi Uni Eropa, VPA akan menjamin bahwa produk kayu yang masuk ke komunitas ini bukan berasal dari sumberan ilegal, sesuatu yang tidak diinginkan dunia karena bisa memperburuk kualitas lingkungan hidup global, mempercepat kerugian ekonomi dan non ekonomi yang terjadi, dan sebagainya.

(A037/R010)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011